Jakarta, NU Online

Seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Korea Selatan semakin diperlukan oleh para warga negara Indonesia (WNI) dan dirasakan manfaatnya. Mulai dari aqiqah anak dari para diaspora, pendampingan pernikahan lintas warga negara, hingga bimbingan masuk agama Islam bagi warga negara asing di Korea.

Kebutuhan akan letak kantor yang strategis agar mudah dijangkau oleh para warga Nahdliyin se-Korea Selatan sangat diperlukan. Karenanya, memenuhi hal tersebut, PCINU Korea Selatan meresmikan kantor barunya yang terletak di Kota Daejeon pada Ahad (10/9/2023) waktu setempat.

Daejeon sendiri dipilih karena letak geografisnya yang berada di tengah Korea Selatan. "Pemilihan Kota Daejeon sebagai kantor baru yang letaknya ada di bagian tengah Korea dapat mempermudah mobilitas warga Nahdliyin yang berdomisili di berbagai belahan kota", ujar Ketua Tanfidziyah PCINU Korea Selatan Mohamad Habibi.

Kantor baru PCINU Korea Selatan ini sangat strategis. Akses menuju lokasi terbilang mudah. Dari stasiun kereta cepat atau terminal bus, hanya diperlukan waktu 10 menit untuk berjalan kaki hingga sampai di tempat. Dengan luas sekitar 40 pyeong atau 132 meter persegi, kantor tersebut bisa menampung 150-200 orang dengan fasilitas yang lengkap termasuk sarana ibadah dan aula pertemuan.

Sementara itu, Mustasyar PCINU Korea Selatan Ali Nurahim menyampaikan kilas balik sejarah pendirian kantor sekretariat PCINU Korsel. Kantor baru ini adalah tempat ketiga sejak kantor pertama didirikan pada tahun 2014 di Yeochon, Daegu, dan kantor kedua di Incheon sejak tahun 2017 hingga 2023. Dengan diresmikannya kantor baru di Daejeon ini, ia berharap agar keberadaannya bisa dirawat dan dimakmurkan dengan kegiatan-kegiatan yang positif oleh lembaga dan badan otonom NU Korea Selatan.

Selain diramaikan oleh anggota NU Korea Selatan, peresmian kantor baru ini pun ikut dihadiri oleh perwakilan organisasi masyarakat di Korea seperti Forum Komunikasi Masyarakat Indonesia (Forkomasi), Komunitas Muslim Indonesia (KMI), dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES). 

Kontributor: Irfan