WHO: Negara Kaya Jangan Serakah Beli Vaksin Covid-19
Sabtu, 9 Januari 2021 | 04:15 WIB
Jakarta, NU Online
Saat ini, seluruh negara di dunia membutuhkan pasokan vaksin Covid-19 untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran virus corona yang belum usai. Namun, distribusi vaksin menemui persoalan ketika hanya negara-negara kaya yang dapat memasok vaksin corona secara cepat melalui kesepakatan dengan produsen.
Hal itu disentil oleh Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus. Dia mendesak negara-negara kaya untuk tidak serakah dalam membeli vaksin virus corona (Covid-19), sehingga membuat negara kecil kesulitan mendapatkan pasokan.
"Negara kaya menguasai pasokan vaksin. Tidak ada negara yang dikecualikan dan bisa memotong antrean demi melakukan vaksinasi terhadap seluruh rakyat mereka, sementara penduduk negara lain belum mendapatkan vaksin," kata Tedros dalam jumpa pers di Jenewa, Swiss, seperti dilansir Reuters, Sabtu (9/1).
Tedros juga mendesak supaya para perusahaan farmasi pembuat vaksin harus berhenti meneken perjanjian jual beli bilateral. Dia juga mengajak negara-negara yang mempunyai stok vaksin berlebih supaya segera memberikannya kepada lembaga pemerataan vaksin, COVAX.
Meski Tedros tidak menyebut secara rinci negara mana yang dia maksud, tetapi pernyataan itu disampaikan tidak lama setelah Uni Eropa meneken perjanjian pembelian vaksin corona dari Pfizer dan BioNTech sebanyak 300 juta dosis.
Perjanjian penjualan itu membuat setengah dari jumlah produksi vaksin Pfizer-BioNTech pada 2021 dikuasai Uni Eropa.
Tedros menyatakan hal ini menjadi masalah bagi dunia di mana terjadi ketidakadilan dan ketimpangan antara negara kaya dan miskin. Padahal, menurut dia, semua negara berhak mendapatkan vaksin yang cukup untuk melindungi penduduk mereka dari ancaman penyakit.
Akan tetapi, belakangan situasi semakin tidak kondusif dan negara-negara kaya seolah kalap membeli vaksin akibat kekhawatiran penyebaran virus corona yang bermutasi di Inggris dan Afrika Selatan.
Saat ini negara-negara berada seperti Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Swiss dan Israel berada di dalam daftar tunggu pertama untuk mendapatkan vaksin Covid-19 dari berbagai perusahaan farmasi seperti Pfizer-BioNTech, Moderna, serta AstraZeneca.
Untuk mencegah supaya vaksin tidak dikuasai negara-negara tertentu, WHO meminta para produsen memberikan data secara langsung hasil produksi vaksin mereka dalam sehari, sehingga bisa dipantau.
Selain itu, WHO menyatakan COVAX sampai saat ini berhasil menggalang dana antara US$6 miliar sampai US$7 miliar untuk membantu pengadaan vaksin bagi 92 negara berkembang.
Kepala Badan Darurat WHO, dr Mike Ryan, mendesak supaya seluruh negara di dunia memprioritaskan tenaga kesehatan dan kelompok usia rentan untuk paling awal disuntik vaksin corona.
"Apa kita akan membiarkan mereka yang dalam usia rentan dan orang-orang yang berisiko tinggi tertular dan meninggal karena virus ini?" kata Ryan.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon