Pengasuh Pondok Pesantren An-Nur, Lasem Rembang, Jawa Tengah, Gus Qoyyum saat menyampaikan ceramah agama pada Haul KH Bisri Syansuri di Pondok Mambaul Ma'arif, Denanyar, Jombang. (Foto: Tangkapan layar Youtube Pondok Denanyar)
Jombang, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren An-Nur, Lasem Rembang, Jawa Tengah, KH Abdul Qoyyum Manshur (Gus Qoyyum) menjelaskan ciri-ciri ulama yang takut kepada Allah.
Menurutnya, kata ulama di Al-Qur’an disebut dua kali, surat Asy-Syu’ar ayat 197:
أَوَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ آيَةً أَنْ يَعْلَمَهُ عُلَمَاءُ بَنِي إِسْرَائِيلَ
Kedua di surat Al-Fathir ayat 28:
انما يخشى الله من عباده العلماء
“Ciri ulama takut kepada Allah yaitu tidak mau membuat orang lain atau jamaah gelisah. Kiai Bisri contohnya,” jelasnya saat Haul ke-44 KH M Bisri Syansuri di Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar, Jombang, Jawa Timur, Ahad (22/1/2023).
Gus Qoyyum menjelaskan, ulama takut kepada Allah yaitu menciptakan damai dan tidak membuat ketakutan orang lain. Tidak membuat kericuhan dan membuat orang takut tidak produktif. Tidak membuat keresahan sosial, individu, maupun organisasi gelisah.
“Mbah Bisri seorang ulama yang sangat faqih dan wirai dengan dibuktikan dalam berjuang di Nahdlatul Ulama, pesantren, di masyarakat dengan ikhlas,” imbuhnya.
Ia menambahkan, ciri ulama yang takut kepada Allah nomor dua yaitu punya kontribusi dalam menstabilkan keuangan masyarakat. Contoh kecilnya yaitu diberikan contoh hidup yang baik dalam mengatur keuangan agar masyarakat tidak keliru dalam menata ekonomi.
“Rasulullah pernah diminta membuat tabel harga barang di pasar. Saat itu Rasul menolak, karena takut merugikan konsumen dan produsen. Biarkan sunatullah saja yang mengatur harga di masyarakat,” katanya.
Ciri ulama takut kepada Allah yang ketiga yaitu berkontribusi kepada bangsa negara. Baik dalam morel maupun material. Ini tidaklah mudah. Seperti kisah Izzuddin bin Abdussalam, ketika Damaskus mengalami krisis ekonomi lalu lahan pertanian dan kebun dijual murah. Melihat kondisi ini, istri dari Izzudin ingin membeli tanah sebanyak-banyaknya dengan memberikan perhiasannya.
“Oleh Izzuddin, perhiasan istrinya malah dijual untuk membantu masyarakat yang kesulitan ekonomi, khususnya fakir miskin,” ungkap Gus Qoyyum.
Dikatakan, ciri nomor empat khusus ulama yang merangkap sebagai pejabat, bisa berupa raja, qodli, menteri, atau lainnya. Cara takutnya dengan membuat kebijakan yang baik dan adil. Tidak berlandaskan emosional semata. Sangat hati-hati dan takut tidak adil kepada masyarakat.
“Kelima, ciri ulama yang takut kepada Allah selanjutnya yaitu prihatin ketika masyarakat jauh dari agama. Orang jauh dari agama akan mengalami kesengsaraan. Meskipun kaya,” cerita tokoh asal Lasem ini.
Keenam, cara takut ulama kepada Allah diwujudkan dengan cara pandang kepada dunia. KH Hasyim Asy’ari, KH Bisri Syansuri, KH Wahab dalam memandang itu dinamis, cuma wirai-nya melekat sekali. Ulama itu berhati-hati dalam menerima rezeki.
Ketujuh, memberikan contoh kepada umat tentang kebutuhan hidup di dunia dan di akhirat. Dalam benang merah bermanfaat, bermartabat dan bermaslahah untuk umat, bangsa, dan negara.
“Usahakan kita memandang dunia seperti Kiai Hasyim dan Kiai Bisri memandang dunia. Berhati-hati dalam halal dan haram,” tandasnya.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin