Anis Sholeh Ba'asyin: Kelalaian Bikin Orang Sulit Melihat Kebenaran
Selasa, 19 Januari 2021 | 04:15 WIB
Pati, NU Online
Suluk Maleman memasuki tahun ke Sembilan pada Sabtu (16/1) lalu. Meski masih disajikan secara daring lantaran di masa pandemi, ngaji NgAllah itu kembali membawa topik bahasan yang menarik.
Dalam kesempatan tersebut, Pengasuh Pengajian Suluk Maleman Anis Sholeh Ba’asyin menyebut banyak masyarakat yang seolah seperti ternak. Di mana oleh peternak dibuat nyaman dengan hanya makan dan minum sehingga lalai, dan dengan begitu mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Kelalaian itulah yang membuat mereka sulit melihat kebenaran.
“Syahadat mengajarkan banyak hal. Hal paling utama yakni kita bersaksi dengan sungguh-sungguh tidak ada Tuhan selain Allah. Dengan keyakinan itu sudah seharusnya kita tidak berpegang pada selain-Nya. Tidak pada harta, kekuasaan, atau kepentingan dunia lainnya,” tegas Habib Anis dalam keterangan tertulisnya kepada NU Online.
Selain itu keyakinan bahwa Rasul utusan Allah seharusnya menjadikan teladan utama. Sudah sepatutnya umat mempelajari bagaimana Rasul berempati pada orang lain, bersikap kepada sahabat, dalam berdagang dan berbisnis maupun bagaimana menjadi pemimpin dan kepala keluarga.
“Kanjeng Nabi saat menjadi pemimpin tak ragu meski dalam kondisi tak memiliki banyak harta. Itulah yang seringkali dilupakan. Ketika kita hidup dalam penuh keterbatasan, kita juga akan merasakan bagaimana kehidupan orang tak mampu lainnya. Namun saat dalam kondisi nyaman seringkali lupa merasakan kesulitan yang dialami orang lain,” ujarnya.
Sementara itu Dr Abdul Jalil turut menambahkan dengan bersyahadat sudah seharusnya seseorang merdeka. Karena dalam syahadat jelas melepas seluruh ikatan selain kepada Allah. Namun seringkali orang saat ini lebih kepada membaca syahdat tapi tidak bersyahadat.
“Syahadat selain diucapkan harus ada keyakinan dan kesaksian diri. Sehingga yang berbicara tak hanya bibir tapi juga hati,” tegasnya.
Menurut Abdul Jalil bila syahadat tak membuat orang merdeka, berarti secara teori tentunya ada yang salah. Baik dalam pemahaman maupun saat melaksanakannya. Seringkali justru syahadatnya diingkari sendiri.
“Saya yakin, di dunia ini tidak ada koruptor yang tidak tahu jika korupsi itu salah. Dia begitu paham pasal dan aturannya. Tapi di saat itu pula, dia mencari celah untuk mengingkari,” imbuhnya.
Meski diskusi para narasumber itu digelar secara daring, di rumah saja, namun tetap berjalan dengan cukup hangat. Ribuan netizen terlihat cukup aktif mengikuti jalannya ngaji streaming di beberapa kanal media sosial tersebut.
“Banyaknya sesepuh, orang alim yang satu persatu dipanggil Allah. Hilangnya orang alim seperti menjadi pertanda dari langit. Bahwa hari ini kita begitu abai terhadap ilmu. Tidak menempatkan ilmu sebagai pencahaya hidup. Sejarah seolah bercerita, karena abaikan ilmu maka ilmu itu diambil,” imbuh Anis di penghujung acara.
Sementara itu, Sabrang Mowo Damar Panuluh menyebut, krisis atau pandemi seperti sekarang ini bisa memberi cermin dari sistem yang tengah berjalan di masyarakat. Ketika ada kesadaran bersama tentang ini, maka perbaikan ke arah yang lebih baik menjadi niscaya.
“Tentu kesadaran itu harus tersebar secara signifikan di masyarakat luas. Kesadaran 10 orang tentu tak akan berdampak pada 270 juta orang, dan dengan demikian pandemi tak akan mendorong terjadinya perubahan signifikan. Jangan sampai ibarat mobil, bensin korona justru lebih banyak berdampak pada korosi yang buruk,” ujar putra Cak Nun tersebut.
Namun dia juga mengakui bahwa sekarang ini kita sedang memasuki lautan informasi tapi tanpa pengetahuan. Informasi begitu luar biasa namun tanpa kebijaksanaan. Bahkan pria yang karib disapa Noe Letto itu menyebut ada satu masalah besar dari peradaban saat ini.
“Bisa dikatakan manusia sekarang ini memiliki emosi primitif, organsisasi zaman pertengahan, tapi tekhnologinya setingkat Tuhan,” ujarnya.
Oleh karena itulah dia bersepakat jika umat seharusnya kembali bersyahadat untuk memerdekakan diri dari semua itu.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon