Cegah Ekstremisme di Indonesia, dari Medsos hingga Komunitas
Jumat, 21 Februari 2025 | 17:00 WIB

Media Gathering Refleksi Implementasi Rencana Aksi Nnasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) 2020-2024 di Aula Griya Gus Dur, Kantor Wahid Foundation, Jalan Taman Amir Hamzah, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (21/2/2025). (Foto: NU Online/Rikhul Jannah)
Jakarta, NU Online
Upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme di Indonesia perlu dilakukan, di antaranya, melalui pendidikan dan media sosial. Hal tersebut disampaikan Mujtaba Hamdi, Penasehat Program Global Untuk Melawan Ekstrimisme Kekerasan Wahid Foundation.
“Perlunya ada narasi-narasi untuk upaya pencegahan ekstremisme kekerasan di media sosial,” ujar Mujtaba dalam acara Media Gathering Refleksi Implementasi Rencana Aksi Nnasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) 2020-2024 di Aula Griya Gus Dur, Kantor Wahid Foundation, Jalan Taman Amir Hamzah, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (21/2/2025).
Melalui pendidikan, Mujtaba mencontohkan salah satu program yang dimiliki Wahid Foundation adalah sekolah damai dan desa damai yang tersebar di berbagai daerah.
“Kalau di Wahid Foundation itu ada sekolah damai, desa damai yang menyasar ke masyarakat yang dapat dijadikan contoh praktik baik dalam proses pencegahan ekstremisme, khususnya di lingkungan pendidikan dan komunitas,” katanya.
Senada dengan Mujtaba, Direktur Bidang Kerja Sama Regional Multilateral Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Dionisius Elvan Swasono mengatakan bahwa menyebarkan narasi-narasi pencegahan ekstremisme melalui media sosial merupakan langkah penting.
“Sejak tahun lalu BNPT telah menyiapkan peta jalan komunikasi strategis nasional dalam konteks pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan. Peta jalan Komunikasi strategis menjadi salah atau hal yang kita lihat adalah bagaimana narasi-marasi alternatif melalui media sosial,” ujar Dion.
Ia menyampaikan bahwa peta jalan ini menjadi wadah yang dapat menjadi penguat pendekatan the whole of society approach and the whole of government approach.
“Bagaimana kita mengeluarkan narasi-narasi alternatif untuk ekstremisme pada isu kekerasan ini. Upaya take down postingan-postingan di media sosial itu bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), bekerja sama dengan madia platfrom seperti Facebook, Instagram itu sudah ada mekanisme,” katanya.
“Bagaimana kita memberikan narasi-narasi tentang pemikiran-pemikiran yang masih berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi Indonesia,” tambahnya.
Sementara itu, Peneliti Badan Riset Nasional bidang Politik Irine Gayatri menyampaikan bahwa pelibatan komunitas dan organisasi masyarakat sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dalam upaya pencegahan ekstremisme di Indonesia.
“Pelibatan organisasi masyarakat, termasuk di tingkat lokal, hingga di level komunitas sangat penting untuk meningkatkan perangkat pengetahuan dan mekanisme yang tepat dalam upaya pencegahan-pencegahan tersebut,” ujar Irine.
Ia menyampaikan bahwa RAN PE memiliki lima pilar yaitu (1) kemitraan dan koordinasi yang melibatkan akademisi dan mitra internasional; (2) rehabilitas dan reintegrasi yang mendukung reintegrasi mantan ekstremis; (3) penegakan hukum untuk meningkatkan kerangka hukum; (4) perlindugan untuk memperkuat langkah-langkah keamanan; dan (5) pencegahan untuk menangani akar atau dasar penyebab adanya radikalisasi.