Nasional

F-Buminu Sarbumusi Resmikan Pesantren Vokasi Calon PMI, Langkah Perbaikan Tata Kelola Migrasi

Sabtu, 12 April 2025 | 15:00 WIB

F-Buminu Sarbumusi Resmikan Pesantren Vokasi Calon PMI, Langkah Perbaikan Tata Kelola Migrasi

Tampak depan bangunan Pesantren Vokasi calon PMI yang didirikan dan diresmikan oleh Federasi Buminu Sarbumusi. (Foto: dok. Sarbumusi)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (F-Buminu Sarbumusi) Ali Nurdin telah meresmikan Pesantren Vokasi untuk Calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, serta di Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.


Pesantren vokasi ini dibangun sebagai bagian dari program Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia pada tahun anggaran 2024. Tujuannya adalah untuk memberikan pelatihan keterampilan bahasa, keterampilan kerja lintas sektor, serta pemahaman mendalam tentang budaya dan peraturan hukum di negara-negara tujuan.


“Pesantren Vokasi ini hadir untuk menjawab masalah yang sering kali dialami oleh pekerja migran Indonesia di luar negeri, yang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya kesiapan individu. Data kami menunjukkan bahwa 75 persen permasalahan perlindungan PMI berakar pada kapasitas personal, bukan semata karena sistem. Oleh karena itu, kami memperkuat pendidikan, pelatihan, dan karakter sejak dari hulu,” ujar Ali Nurdin, kepada NU Online, Sabtu (12/4/2025).


Pendidikan moral dan kompetensi

Dengan daya tampung hingga 1.000 santri, Pesantren Vokasi ini tidak hanya menjadi pusat pelatihan bahasa asing seperti Inggris, Arab, Mandarin, Jepang, Korea, dan Jerman, tetapi juga menanamkan nilai-nilai keagamaan dan moral yang kokoh. Pesantren Vokasi, kata Ali, merupakan contoh nyata pendidikan integral, di mana kompetensi dan karakter dibentuk secara bersamaan.


Ia menyebut, tantangan di luar negeri tidak hanya berkaitan dengan jarak yang jauh dari keluarga, tetapi juga dengan bagaimana menghindari risiko pergaulan bebas, narkoba, bahkan pemahaman agama yang sesat (radikalisme).


Karena itu, Pesantren Vokasi diharapkan dapat mencetak pekerja migran yang tidak hanya mahir berbahasa asing, tetapi juga memahami adab dan etika kerja, menguasai syariat, serta tangguh secara spiritual.


"Mereka tidak hanya selamat, tetapi juga sukses di negeri orang,” tegas Ali.


Lebih lanjut, Ali menambahkan bahwa Pesantren Vokasi ini merupakan langkah adaptasi terhadap tantangan global, terutama dalam menyongsong bonus demografi Indonesia.


“Sebagaimana kita ketahui, bangsa ini tengah berada dalam momentum emas, yakni bonus demografi. Namun, jika kita tidak menyiapkan generasi muda dengan keterampilan dan akhlak yang baik, bonus ini bisa berubah menjadi bencana. Oleh karena itu, Pesantren Vokasi merupakan kontribusi kami agar bonus demografi ini benar-benar menghasilkan generasi unggul yang mampu bersaing di tingkat global,” katanya.


Tata kelola migrasi yang lebih adil

Ali menegaskan bahwa Pesantren Vokasi hanyalah salah satu bagian dari upaya besar dalam agenda reformasi tata kelola migrasi Pekerja Migran Indonesia. F-Buminu Sarbumusi terus mengupayakan perubahan struktural dari hulu ke hilir, mulai dari pendidikan pramigrasi, sistem penempatan, hingga perlindungan di negara tujuan.


Ia juga mengingatkan pentingnya pembentukan lembaga tripartit yang melibatkan pemerintah, lembaga penempatan tenaga kerja, dan organisasi masyarakat sipil atau serikat buruh migran.


“Dalam sejarah migrasi internasional, terutama sejak Konvensi ILO tahun 1975 tentang perlindungan pekerja migran (Konvensi No. 143), telah ditekankan bahwa tata kelola migrasi tidak bisa hanya dikuasai oleh pasar dan negara. Harus ada peran masyarakat sipil sebagai pengimbang dan pengawal. Pesantren Vokasi adalah representasi dari pilar ketiga tersebut, yakni pendidikan moral berbasis komunitas,” jelas Ali.


Ali juga mengutip peran historis pesantren di Indonesia sebagai institusi yang telah melahirkan pemimpin, pendidik, dan pejuang rakyat.


“Sejak zaman Hadratussyekh Hasyim Asy’ari hingga Gus Dur, pesantren selalu berada di garis depan perubahan. Kini saatnya pesantren juga berperan dalam revolusi perlindungan buruh migran,” tutupnya.


Harapan dan tantangan ke depan

Dengan peresmian Pesantren Vokasi ini, Ali berharap Indonesia dapat melahirkan lebih banyak pekerja migran yang tidak hanya menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, tetapi juga agen perubahan sosial, ekonomi, bahkan diplomatik di komunitas global.


Namun, Ali tidak menutup mata terhadap tantangan yang ada. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pesantren, dan masyarakat sipil untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas model pesantren vokasi ini.


“Jika kita ingin tata kelola migrasi yang lebih manusiawi dan berkeadilan, kita semua harus turun tangan. Negara tidak bisa berjalan sendiri. Pasar pun tidak bisa dibiarkan begitu saja. Harus ada moralitas yang mengawal, dan itulah peran kami,” pungkasnya.