Penulis buku Menjerat Gus Dur, Virdika Rizky Utama menceritakan bahwa dirinya mendengar nama Gus Dur saat ia SD. Waktu itu dia sangat senang karena saat Gus Dur presiden, sekolah libur sepanjang bulan puasa.
Sementara ia mengetahui Gus Dur lebih lanjut adalah saat duduk di semester II Jurusan Sejarah Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada awal 2012. Waktu itu, ia membaca sebuah tulisan Gus Dur berjudul Damai dalam Pertentangan.
Virdi menceritakan pertemuan dengan tulisan tersebut. Pada saat menjadi mahasiwa aktif di pers kampus, Didaktika. Di lembaga pers itu ada diskusi harian tentang tokoh. Salah satu yang dibahas adalah Gus Dur.
“Nah, saya suka. Kenapa? Di Gus Dur bercerita di tulisan itu, tahun 80-an. Film itu lagi ramai di Jepang, juga masuk headlines besarlah di beberapa media,” ungkapnya.
Pada saat yang sama, sebuah lembaga Jepang memberikan penghargaan kepada seorang pastor dari Amerika Latin, semacam Nobel di Jepang.
Pers Jepang, kata Virdi, memuat mengupas film Mahatma dengan porsi yang lebih banyak dibanding dengan pastor itu. Perbedaan tersebut, menjadi perhatian Gus Dur dalam tulisannya.
“Berarti masyarakat dunia saat itu, mungkin sampai sekarang, lebih senang hal-hal yang simbolik,” kata Virdi.
Menurut Gus Dur, kata Virdi, Mahatma Ghandi, pada saat hidup memang berjuang melawan kekerasan, tapi dalam konteks Jepang waktu itu adalah Mahatma Gandhi dalam bentuk simbol saja. Sedangkan pastor Amerika Latin itu masih berjibaku berjuang di lapangan untuk menciptakan perdamaian dan kemerdekaan masyarakat tertindas di Amerika Latin.
Setelah berkenalan dengan tulisan itu, ia kemudian bertemu dengan aktivitas Gus Dur bersama kawan-kawannya dalam membentuk Forum Demokrasi pada tahun 1991.
Menurut Virdi, aktivitas Gus Dur di Forum Demokrasi tersebut belum mendapatkan prosi yang layak dalam penulisan sejarah. Termasuk di dalam biografi Gus Dur karya Greg barton. Padahal itu salah satu peristiwa penting Gus Dur.
Penelitian Virdika terkait Forum Demokrasi tersebut mengantarkannya menjadi sarjana sejarah di UNJ. Penelitian tersebut kemudian dibukukan.
Penulis: Abdullah Alawi