Jakarta, NU Online
Ada pergeseran cara mempelajari agama saat ini, khususnya bagi kawula muda. Terlebih dengan adanya media sosial yang kian massif digunakan oleh banyak orang saat ini mengingat sudah memasuki dunia digital. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemuda lebih mengedepankan kesenangan dalam belajar.
Melihat hal tersebut, organisasi kepemudaan dalam melakukan pendekatan kepada kawula muda sekarang harus memposisikan diri sebagai rekannya sehingga terasa setara.
"Kita harus lebih empati dan menempatkan diri setara dengan mereka kita tidak boleh memposisikan kita dan mereka dalam susunan hierarkis mereka lebih suka santai," kata Kamaludeen M Nasir, Associate Professor di Nanyang Technological University, Singapura, saat menjadi pembicara pada panel spesial di Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Hotel Mercure Batavia, Jakarta, Kamis (3/10).
Organisasi kepemudaan juga harus lebih turun ke akar rumput agar dapat merangkul mereka dengan pendekatan yang baru, tidak kaku sebagaimana gaya lama. "Organisasi pemuda harus turun ke lapangan, ke grass root. (organisasi kepemudaan) harus mengubah pemikirannya dan melakukan cara pendekatan baru yang mengerti, memahami pemuda-pemuda saat ini," katanya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kita juga tidak boleh menggunakan cara yang lama. Artinya, organsisasi kepemudaan harus terus bergerak setiap saat mencari tahu keinginan dan minat kawula muda. "Kita juga harus mengetahui dan meneliti kelompok pemuda," kata penulis buku Globalized Muslim Youth in the Asia Pacific: Popular Culture in Singapore and Sydney itu.
Ia mengungkapkan bahwa pemuda tidak hanya terdiri dari satu jenis saja, melainkan memiliki keragaman minat dan ketertarikan, serta karakternya. "Pemuda itu kan banyak tidak hanya memiliki satu kesukaan karenanya pendekatannya juga harus disesuaikan kita tidak boleh hanya menggunakan satu cara satu upaya untuk mendekati mereka," ujarnya.
Kamal menjelaskan bahwa pengurus organisasi kepemudaan harus mengetahui betul-betul siapa yang menjadi targetnya. Dengan mengetahui mereka kita dan mereka mengetahui diri kita, kita dapat memberikan perlakuan yang terbaik untuk mereka.
Dalam diskusi yang dipandu oleh Eka Srimulyani dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Aceh itu, hadir pula Norshahril Saat dari ISEAS Yusof Ishak, Singapura, dan Eva Fahrunnisa dari University of Wellington, Selandia Baru.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan