Film dokumenter Gus Mus produksi NU Online dibedah di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Tangerang, Selasa (19/3/2024). (Foto: NU Online/Zamzami Almakki)
Jakarta, NU Online
Media resmi Nahdlatul Ulama, NU Online, memproduksi serial dokumenter Kisah Para Pendakwah yang tayang perdana secara berkala sejak Rabu, 12 maret 2024 di kanal YouTube NU Online.
Serial dokumenter tersebut diawali dengan kisah perjalanan dakwah Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Mustofa Bisri atau Gus Mus dalam Gus Mus: Prinsip & Hakikat Dakwah.
Pengamat Film dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Paulus Heru Wibowo Kurniawan memberikan pandangannya terkait serial dokumenter para pendakwah besutan media yang berdiri sejak 2003 silam itu.
Dalam acara pemutaran film dan talkshow "Mengenal Dakwah Pesantren" Eksklusif Gus Mus: Prinsip & Hakikat Dakwah Edisi #1 | Kisah para Pendakwah di Youtube NU Online, Paulus membedah berbagai aspek penting tentang dakwah pesantren dan peran NU Online dalam konteks kultural.
Paulus menyatakan apresiasinya terhadap upaya NU Online dalam memberikan edukasi yang tidak hanya bersifat keagamaan, tetapi juga kebangsaan. NU Online dinilai berhasil mengemas pesan bahwa sosok Gus Mus bukan milik Islam semata, tetapi juga milik Indonesia secara keseluruhan.
“Saya melihat bagaimana NU Online memberikan edukasi. Itu sebuah terobosan yang menarik karena NU Online tidak hanya berbicara dari sudut pandang Islam saja, tapi sudut pandang kebangsaan. Gus Mus adalah milik Indonesia bukan Islam saja,” papar dia dalam sesi talkshow yang digelar di Lecture Theatre UMN, Selasa (19/3/2024).
Ia menilai, seri pendakwah produksi NU Online memiliki pesan kuat yang berdampak baik dan luar biasa. Ia bahkan menyamakan dokumenter tersebut memiliki kualitas yang tak berbeda dengan serial-serial dalam layanan streaming Film asal US, Netflix. “NU Online berhasil menampilkannya. Kayak Netflix,” tutur dia.
Sementara itu, Direktur Utama NU Online Hamzah Sahal menjelaskan proses produksi serial tersebut berawal dari “keresahan” bahwa eksposur ulama, khususnya dari kalangan NU, kerap didapati hanya dalam klip pengajian. Berangkat dari situ, Hamzah kemudian menginisiasi dokumentasi kisah dari para pendakwah dalam versi sinematografi.
“Dakwah tidak banyak yang ditayangkan dalam versi sinematografi,” ucap dia.
Padahal, lanjut dia, pesantren merupakan pusat dakwah. Ia menyoroti bahwa pesantren telah menjadi wadah bagi dakwah selama bertahun-tahun, namun belum banyak yang ditampilkan dalam bentuk sinematografi.
"Dakwah itu sangat luas. Dakwah itu mengajak kebaikan. Dan itu sudah dilakukan pesantren bertahun-tahun," ujar dia.
Selain itu, ia menilai bahwa pesantren juga berperan dalam membentuk masyarakat madani melalui pendekatan kultural. Pesan-pesan yang disampaikan oleh para kiai pun tidak hanya bersifat dogmatis, tetapi juga bersifat mendidik dan membentuk karakter masyarakat.
“Pesantren itu berdakwah dengan sabar. Sekarang, orang banyak yang berjilbab. Pesantren tidak memaksakan itu. Hal-hal yang tidak substansi tidak diajarkan di awal-awal, yang di awal diajarkan adalah membentuk masyarakat madani,” pungkasnya.