Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Bahauddin Nur Salim. (Tangkapan layar Youtube)
Jakarta, NU Online
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Bahauddin Nur Salim menjelaskan bahwa sudut pandang beragama sangatlah luas. Di antaranya ia mengambil contoh logika dalam Kitab Mahalli tentang masalah sujud saat shalat.
Seseorang yang sujud selalu melibatkan 7 anggota badannya yaitu kening, dua tangan, dua kaki dan dua lutut kaki. Namun Imam Syafi'i sempat ragu bahwa jika sujud hanya keningnya saja. Karena Nabi pernah berdoa 'sajada laka wajhii' bukan 'sajada laka wajhii wal wadamain'.
“Jika kalian ingin ibadah kalian pasti sah ikut saja kiai Marzuki. Jika ingin menjadi kiai yang enakan ikuti saya,” gurau Gus Baha dalam Youtube TVNU, Sabtu (1/10/2022).
Menurut Gus Baha, jika di dalam fiqih tidak ada khilaf (perbedaan) maka kasihan umatnya. Sejak dahulu ulama tidak bisa jika tidak berdebat, karena fiqih tidak membahas aqidah sehingga sudut pandangnya sudah pasti luas.
“Saya saking sukanya dengan umat Rasulullah saw sehingga kitab madzhab apa saja saya baca, agar orang-orang Indonesia itu ada sahnya meskipun orang-orang luar sana bilang tidak sah, saya cari-carikan betul,” tuturnya.
Misalnya pada bab Thawaf. Gus Baha menuturkan bahwa Sayyid Muhammad mengarang kitab tentang thawafnya orang yang sedang haid. Padahal thawaf harus dilaksanakan dalam keadaan suci. Tetapi permasalahannya terkadang, ada perempuan yang sedang haid ketika hendak Thawaf Ifadhah. Banyak ulama yang mengatakan tidak masalah tetapi menunggu waktunya sampai mepet dan sudah mau habis, karena mepetnya waktu itu menjadi syarat agar menjadi dharurat.
Gus Baha juga menuturkan bahwa fiqih itu masalah furu'iyah. Misalnya melanggar hukum tertentu sanksinya adalah memerdekakan budak. Hal ini karena ulama memahami jika seorang raja adalah orang yang kaya raya. Padahal tujuan sanksi itu memberatkan. Jika hanya disuruh memerdekakan budak pasti menjadi mudah baginya. Maka sanksi yang sesuai adalah puasa 2 bulan agar ada efek jera. Karena ulama menggunakan sudut pandang sanksi itu harus membuat jera.
“Tetapi banyak ulama yang berpendapat memerdekakan budak itu hal yang bagus, menguntungkan yang dimerdekakan. Tidak penting yang memerdekakan itu mudah atau tidak. Islam lebih ingin memerdekakan budak atau memberi sanksi pada raja tersebut agar kapok? Ternyata Islam lebih ingin memerdekakan budak. Balik lagi ijtihad ulama itu sangat bermacam-macam sudut pandangnya,” imbuhnya
Selain itu Gus Baha juga menjelaskan bahwa ijtihad memiliki sudut pandang yang luas. Ia menyebut contoh, ada orang yang sangat cinta dengan Nabi ingin berkali-kali sowan agar bisa terus melihat wajahnya. Ada juga yang lain karena sangat sukanya, tidak mau sowan, karena takut mengganggu Nabi Muhammad saw.
“Saya minta perilaku yang salah dapat dibenarkan seusai dalil-dalil yang ada, tapi kalo memang tidak bisa akan saya cari-carikan dalil. Nabi itu orang yang bagus. Beliau bersabda dosa itu jelek, dosa zina itu besar, tapi nabi juga bersabda nabi menyalahkan orang yang berdosa, tapi jika sudah terlanjur berdosa ya akan disyafa’ati,” pungkasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Muhammad Faizin