Gus Miftah Ajak Kader NU Tiru Kiai Wahab dalam Dakwah Via Media
Rabu, 23 Juni 2021 | 07:00 WIB
Jombang, NU Online
Dai nyetrik KH Miftah Maulana Habiburrahman atau lebih dikenal dengan Gus Miftah meminta kader Nahdlatul Ulama (NU) meniru KH Abdul Wahab Chasbullah dalam dakwah lewat media. KH Wahab Hasbullah di masa hidupnya terkenal kaya. Namun, kekayaannya digunakan untuk menghidupkan NU, bukan cari kehidupan di NU.
"KH Abdul Wahab Hasbullah seorang penggiat media. Saya mencatat, beliau membeli percetakan sekaligus gedungnya di Jalan Sasak Nomor 23 di Surabaya," katanya saat Haul Ke-50 KH Abdul Wahab Hasbullah di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur, Selasa (22/6).
Ia menambahkan, gedung yang dibeli Kiai Wahab ini kemudian disempurnakan Kiai Mahfudz Shiddiq dengan penggantian nama menjadi Berita Nahdlatul Ulama (NU). Gedung ini pula, lanjut Gus Miftah, yang menjadi cikal bakal dunia jurnalistik hidup di kalangan Nahdliyin. Makanya, bila ada santri tidak melek medsos, harusnya malu pada Kiai Wahab.
"Nanti ketika sudah menguasai medsos, maka posting lah yang penting, bukan yang penting posting," imbuh dai kelahiran Lampung, 39 tahun yang lalu itu.
Alasan Gus Miftah meminta kader NU aktif di media sosial karena miris melihat dunia maya dikuasai oleh ormas yang bertentangan dengan NU. Narasi-narasi kontra NU selalu didengungkan oleh ormas lain. Seharusnya, ada informasi penyeimbang yang berasal dari NU.
Tahun 2019, Gus Miftah mendapatkan rilis berisi ustadz dan dai yang memiliki subscribe dan followers terbanyak dikuasai golongan selain NU. "Dari sepuluh nama penceramah yang paling viral di medsos, wakilnya NU hanya saya. Lainnya dari minhum,"sesal Gus Miftah.
Di era internet, manusianya setiap hari hidup dengan media sosial. Sekarang, orang menghina dan merundung (bully) tidak menggunakan mulut, tapi dengan jari-jari tangannya. Hal ini dialami sendiri oleh Gus Miftah. Saat ceramah di salah satu gereja, ia dihujat jutaan orang di media sosial. Meskipun begitu, ia mengaku tidak ambil pusing dan sakit hati. Ia juga tidak tak membaca komentar para pembencinya di media sosial.
"Jika dulu Kiai Wahab peduli dengan media lewat Tashwirul Afkar, maka seharusnya sekarang kita perang narasi dengan menggunakan media sosial di smartphone. Metode dakwah berkembang dengan pesat. Hari ini dengan media sosial," tandasnya.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syakir NF