Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla saat menjadi pembicara pada Halaqah Fiqih Peradaban di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Ahad (24/112/2023). (Foto: istimewa).
Rembang, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla menyampaikan bahwa tantangan peradaban saat ini adalah masih adanya sebagian umat Islam yang gagal membaca realitas sehingga menentang konsep negara nasional.
“Ada anggapan bahwa hukum yang berlaku di Indonesia itu bukanlah undang-undang Islam, sehingga tidak wajib ditaati. Meski pandangan ini minim pengikutnya, tetapi anggapan tersebut, dinilai menarik bagi sebagian orang,” katanya saat mengisi acara Halaqah Fiqih Peradaban II yang diselenggarakan di Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah pada Ahad (24/12/2023).
Karenanya, ia menegaskan bahwa hasil ijtihad para ulama terdahulu itu perlu dikontekstualisasikan dengan kondisi atau realitas peradaban saat ini. Sebab, realitas peradaban mengalami dinamikanya sendiri sesuai zaman. Perlunya kontekstualisasi itu menemui ruangnya mengingat fiqih politik atau siyasah tidak diajarkan secara formal di pesantren-pesantren.
“Fiqih politik (siyasah) tidak diajarkan secara formal di pesantren, tetapi secara substansial tetap diajarkan, di beberapa kitab klasik,” ucap Gus Ulil.
Sosok yang biasa disapa Gus Ulil ini kemudian menjelaskan makna mengenai peradaban dengan mengutip perkataan dari Ibnu Khaldun. Dikatakannya, bahwa peradaban itu ditandai dengan kehidupan manusia yang tinggal di suatu tempat atau daerah, secara terus menerus atau permanen.
“Peradaban bisa tumbuh, tetapi juga bisa jatuh. Kekuatan peradaban terletak pada sesuatu yang mengikat masyarakat, yang sumbernya misalnya dari kesukuan,” ucapnya.
“Namun, menurut Ibnu Khaldun, ikatan kesukuan dalam kekuatan peradaban ini, tarafnya lemah. Tetapi, jika ikatannya adalah agama, maka kekuatan peradaban akan berlangsung lama,” tambahnya.
Gus Ulil kemudian memberikan contoh dari peradaban yang bisa tumbuh dan kemudian jatuh. Ia menyebut bahwa zaman dulu, peradaban Islam pernah mengalami kejayaan selama 6-7 abad. Namun saat ini situasinya telah berubah.
“Saat ini, kita menghadapi situasi yang berubah. Dulu, kita (Islam) pernah mengalami kejayaan selama 6-7 abad. Sekarang, kita sedang menyaksikan peradaban lain yang melejit. Peradaban yang kuat (menang), menurut Ibnu Khaldun, akan ditiru oleh mereka yang memiliki peradaban lemah (kalah),” ujarnya.
Menurut Gus Ulil, sekarang ini sudah muncul tanda-tanda bahwa peradaban Islam mulai bangkit, salah satunya di Indonesia. Tanda kebangkitan peradaban antara lain jika penduduknya berusia muda.