Jual Beli Kursi hingga Titipan PPDB, JPPI: Resahkan Masyarakat dan Rampas Hak Anak
Selasa, 18 Juli 2023 | 19:00 WIB
Jakarta, NU Online
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menerima 11 pengaduan dari masyarakat soal banyaknya kasus jual beli kursi dan jatah titipan pejabat dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Aduan tersebut diterima pada hari pertama masuk sekolah pada Senin, 17 Juli 2023 kemarin.
"Masyarakat menyayangkan pemerintah lamban, bahkan diam menindaklanjuti laporan warga tentang oknum sekolah atau pemerintah yang melakukan praktik terselubung jual beli kursi dan jatah titipan pejabat," kata Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji melalui keterangan tertulis, Selasa (18/7/2023).
11 pengaduan ini bersumber dari kasus yang terjadi di provinsi Banten (Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang) dan Jawa Barat (Bogor, Bekasi, dan Depok). Pantauan JPPI kasus ini tidak hanya terjadi di dua provinsi tetapi juga terjadi di provinsi lain.
"Kasus ini terkesan sumir, gelap, dan susah dibuktikan. Karena itu, selalu terjadi tiap tahun, tapi menguap begitu saja," ucap Ubaid.
Atas kasus tersebut, JPPI mendesak Kemendikbud dan Dinas Pendidikan melakukan koordinasi dengan multi-stakeholder untuk mengungkap kasus ini.
"Karena melibatkan banyak pihak dan butuh political will yang serius dan jangan masuk angin di tengah jalan," ujarnya.
Kemendikbud, Dinas, dan aparat penegak hukum juga diminta untuk menindaklanjuti semua laporan masyarakat yang diadukan ke berbagai pihak, antara lain Ombudsman, Kemendikbud, Dinas Pendidikan, LSM, dan KPAI.
Dewan Pendidikan dan juga Irjen di Kemendikbud dan Kemenag harus bekerja untuk menuntaskan kasus ini. "Jangan hanya diam saja dan makan gaji buta. Mereka digaji oleh masyarakat dari APBN untuk melakukan pengawasan, pencegahan, dan tindak lanjut kasus," kata Ubaid.
JPPI mendorong Kemendikbud dan Dinas membuat tim investigasi yang independent yang melipatkan semua stakeholder pendidikan, termasuk masyarakat sipil untuk menindaklanjuti kasus ini sampai ke ranah hukum.
"Segera evaluasi dan revisi Permendikbud No.1 tahun 2021. Regulasi ini dinilai tidak berkeadilan dan menimbulkan banyak kasus diskriminasi di level implementasi," pungkasnya.