Ahmad Munawi (40) misalnya, setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri mudik ke Grobogan, Jawa Tengah. Namun, dengan adanya pelarangan mudik dari pemerintah, ia mengaku pasrah dan akan mengikuti keputusan pemerintah. Ia menyakini, pelarangan tersebut telah dipikirkan secara matang oleh pemerintah.
"Kita terima aja kebijakan pemerintah karena itu demi kebaikan bersama, demi kebaikan keluarga, demi kebaikan di kampung, walaupun berat juga," kata Ahmad kepada NU Online, Kamis (23/4).
Namun demikian, pria yang sehari-hari berprofesi sebagai pengemudi ojek online dan mengajar di Pesantren Al-Aziz Jatimekar, Jatiasih, Kota Bekasi itu berharap, pemerintah tidak hanya melarang masyarakat untuk tidak mudik, tetapi juga bersedia memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
"Saya berharap karena pemerintah membuat kebijakan seperti ini, pemerintah senggak- enggaknya ada distribusi atau suplai sembako untuk kebutuhan sehari-hari, tapi kalau gak ada ya mau gimana lagi, mau menuntut ke siapa," ucapnya.
Sementara Fasikhul Umam (26) menyatakan keberatan dengan keputusan pemerintah. Pasalnya, selama 8 tahun merantau di Jakarta, setiap menjelang lebaran, ia mudik dan merakayan Hari Raya Idul Fitri bersama keluarga di kampungnya.
"Jadi ya saya terkejut kalau lebaran gak bersama keluarga," kata Umam.
Pria asal Cirebon, Jawa Barat itu juga mengatakan, kalau lebaran tidak mudik, ia mempertanyakan ke pemerintah terkait kebutuhan sehari-hari selama dua minggu tinggal di ibu kota.
"Sedangkan dalam posisi selama dua Minggu tersebut dalam posisi sedang menggagur (gak ada pemasukan). Jadi kita ini sebagai masyarakat pendatang di kota serba di lema," ucap pria yang sehari-hari bekerja sebagai pelayan toko sembako di Jakarta Timur itu.
Umam mengaku lebih menerima jika harus diisolasi di rumah selama 14 hari daripada sama sekali tidak boleh mudik.
"Kalau bisa pemerintah harus mencari alternatif lain selain melarang masyarakat untuk tidak mudik. Mungkin dengan memberikan vaksin atau juga dengan melakukan pemeriksaan dengan tahap yang super ketat," jelasnya.
Dilansir dari Antara, pelarangan mudik efektif diberlakukan mulai 24 April 2020. Selain untuk mencegah penyebaran Covid-19, keputusan pelarangan mudik diambil juga berdasarkan hasil survei Kementerian Perhubungan. Survei tersebut menunjukkan masih ada 24 persen warga yang ingin mudik meski sebanyak 68 persen menyatakan tidak akan mudik.
Atas dasar itu, pemerintah memutuskan melarang mudik saat ramadhan maupun lebaran untuk wilayah Jabodetabek, wilayah yang sudah ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan wilayah yang dinyatakan zona merah Covid-19.
Pada teknisnya, pelarangan mudik itu tidak memperbolehkan lalu lintas orang untuk keluar dan masuk dari dan ke wilayah khususnya Jabodetabek.
Pewarta: Husni Sahal