Nasional

Kesejahteraan Petani Diprediksi Meningkat Seiring Naiknya Produksi Gabah Nasional

Senin, 22 Oktober 2018 | 10:50 WIB

Jakarta, NU Online
Kepala Pusat Data dan Informasi Publik, Kementrian Pertanian (Kementan) Ketut Kariyasa menjelaskan keberhasilan pembangunan program-program terobosan yang dilakukan Kementan menghasilkan dua hal sekaligus; selain mampu meningkatkan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, pada saat yang sama juga telah mampu meningkatkan kesejahteraan petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian.

Menurutnya, hal ini ditandai dengan meningkatnya produksi padi dalam negeri. Pada tahun 2014 produksi padi mencapai 70,8 juta ton gabah kering giling (GKG). Begitu pun 2015 dan 2016 meningkat masing-masing menjadi 75,4 juta ton GKG dan 79,4 juta ton GKG, serta 2017 naik menjadi 81,1 juta ton CKG. Bahkan di tahun 2018 diperkirakan meningkat menjadi 83,0 juta ton.

“Tidak hanya padi, komoditas jagung ikut meningkat Produksi jagung tahun 2015 sekitar 19,61 juta ton dan meningkat menjadi 23,58 juta ton pada tahun 2016, dan naik lagi menjadi 28,92 juta ton pada tahun 2017. produksi jagung pada tahun 2018 juga diperkirakan meningkat menjadi 30,06 juta ton,” demikian ungkap Ketut di Jakarta, Senin (22/10).

Dia menambahkan terlepas dari peningkatan produksi padi dan jagung, kesejahteraan petani terlihat dari membaiknya Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dalam beberapa tahun terakhir. Data BPS menyebutkan tahun 2014 nilai NTUP hanya sebesar 106,05, namun dan 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83. Nilai NTUP pada tahun 2017 juga kembali membaik menjadi 110,03.  

“Pada tahun ini, 2018, sampai pada bulan Agustus rata-rata nilai NTUP lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan nilai NTUP tersebut dapat dipahami bahwa selama empat tahun kesejahteraan petani terus mengalami perbaikan,” sebutnya.

Disamping peningkatan NTUP, angka penduduk miskin di pedesaan juga menurun. Pada Maret 2015 penduduk miskin di perdesaan masih sekitar 14,21 persen (17,94 juta jiwa) dan pada bulan yang sama tahun 2016 dan 2017 turun berturut-turut menjadi 14,11 persen (17,67 juta jiwa) dan 13,93 persen (17,09 juta jiwa). 

“Pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin di perdesaan kembali turun menjadi 13,47 persen (15,81 juta jiwa), dan bahkan secara nasional dalam sejarah jumlah penduduk miskin sudah dibawah 2 digit (9,82 persen). Fakta-fakta ini tidak bisa dipungkuri bahwa kesejahteraan petani semakin membaik,” bebernya.

Selain itu, Ketut pun mengungkapkan indek gini rasio pun ikut menurun. Indek gini rasio mencerminkan pemerataan pendapatan di perdesaan membaik, atau dengan kata lain ketimpangan pendapatan antar rumah tangga di perdesaan semakin rendah.  

“Pada tahun 2015, indek Gini Rasio di perdesaan sebesar 0,334 dan pada tahun 2016 dan 2017 turun masing-masing menjadi 0,327 dan 0,320.  Pada tahun ini, 2018, memang sedikit menaik sebesar 0,004 poin menjadi 0,324,” ungkapnya.

Hal yang menarik dikatakan Ketut, angka pemerataan pendapatan di desa lebih baik daripada masyarakat perkotaan yang nilai nya masih sekitar 0,40

“Terbukti bahwa keberhasilan kemajuan bidang pertanian telah berdampak baik terhadap meningkatnya kesejahteraan petani sebagai pelaku utama dalam pembangunan pertanian,” pungkasnya. (Red: Ahmad Rozali)


Terkait