Komisi A Bahtsul Masail Haul Buntet Rekomendasi Riset Lanjutan tentang Haid
Jumat, 4 Agustus 2023 | 11:00 WIB
Pengurus Lembaga Bahtsul Masail PBNU saat konferensi pers usai Bahtsul Masail di Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren 2023, Jumat (4/6/2023) dinihari. (Foto: NU Online/Syakir NF)
Cirebon, NU Online
Komisi A Bahtsul Masail dalam rangka Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren Cirebon telah selesai membahas satu masalah tentang relevansi istiqra atau riset Imam Syafi'i tentang haid.
Bahtsul masail tersebut digelar di Masjid Agung Buntet Pesantren, pada Kamis (3/8/2023) malam. Hasilnya, Komisi A Haul Buntet 2023 merekomendasikan agar ada riset lanjutan mengenai haid untuk menguatkan pendapat Imam Syafi'i.
Hasil bahtsul masail di Komisi A itu disampaikan oleh Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) KH Mahbub Maafi dalam konferensi pers, pada Jumat (4/8/2023) dini hari.
"Ada satu rekomendasi yang menarik dari persoalan ini yaitu perlu ada istiqra atau penelitian lanjutan untuk menguatkan istiqra sebelumnya yang telah dilakukan oleh para ulama terdahulu seperti Imam Syafi'i. Itu satu hal yang menjadi salah satu poin penting di dalam hasil bahtsul masail pada malam ini," ucap Kiai Mahbub.
Hasil bahtsul masail tersebut, lanjutnya, baru sebatas draf. Nantinya draf itu akan dibawa ke PBNU dan akan diusulkan agar menjadi salah satu dari materi bahtsul masail untuk Musyawarah Nasional Alim Ulama (Munas) NU pada September 2023 mendatang.
"Alhamduliah kita sudah punya satu masalah yang nanti akan kita setorkan ke PBNU dan nanti akan diseleksi apakah ini bisa masuk atau tidak? Tapi kita berharap apa yang kita putuskan pada malam ini nanti bisa masuk untuk dijadikan salah satu materi bahtsul masail pada Munas Alim Ulama NU," tuturnya.
Kiai Mahbub menuturkan, para peserta bahtsul masail bersikukuh berpendapat bahwa argumentasi medis tak bisa mempengaruhi hasil riset yang telah dilakukan Imam Syafi'i.
Menurut Kiai Mahbub, riset Imam Syafi'i bersifat sementara sehingga tidak serta merta menutup kemungkinan untuk dilakukan riset-riset baru yang akan muncul di kemudian hari.
"Istiqra (riset) yang dilakukan oleh para ulama terdahulu bukan sesuatu yang harga mati. Tapi para peserta menyatakan bahwa dari hasil istiqra yang dilakuakn oleh ahli medis sekarang itu tidak bisa menjadi pertimbangan. Karena para peserta menganggap, istiqra yang dilakukan oleh Imam Syafi'i sudah paling sempurna," jelas Kiai Mahbub.
Moderator bahtsul masail di Komisi A Haul Buntet 2023 Lora Kholili Kholil menjelaskan bahwa para mubahitsin masih banyak yang terjebak dengan diksi-diksi yang agak provokatif di dalam deskripsi permasalahan.
"Tidak heran jalannya diskusi tadi berlangsung agak cenderung anti-medis. Ketika nanti masalah dibawa ke level Munas, mungkin nanti akan mendapatkan perspektif-perspektif baru, baik dari sisi medis maupun keagamaan, sehingga akan tercipta hasil rumusan yang berbeda," jelas Kholili yang juga Anggota LBM PBNU itu.
Relevansi Membahas Riset Imam Syafi'i
Anggota LBM PBNU Ustadz Aniq Nawawi menjelaskan relevansi mendiskusikan riset Imam Syafi'i tentang haid itu. Salah satunya karena ada beberapa pertanyaan metodologis yang penting untuk menjadi bahan refleksi.
Ia kemudian menyebut bahwa istiqra terbagi menjadi dua macam. Pertama, Istiqra Tam yaitu penelitian terhadap juz'iyat atau partikular yang ada secara keseluruhan. Kedua, Istiqra Naqish yakni riset terhadap sebagian besar partikular yang ada.
Pertanyaannya, lanjut Aniq, apakah Imam Syafi'i sudah meneliti sebagian besar partikular yang ada atau baru meneliti 50 persen saja?
"Ini kalau kita bisa berhasil menemukan data-data maka istiqra Imam Syafi'i akan semakin kokoh. Misalnya kita menemukan data bahwa Imam Syafi'i sudah berhasil melakukan istiqra di sebagian juziyah yang ada. Tadi data-data itu belum keluar," katanya.
Sebab saat Imam Syafi'i melakukan penelitian, dunia Islam sudah cukup luas. Terlebih, tutur Aniq, permasalahan haid ini bukan hanya dialami kaum Muslim, tapi juga menimpa seluruh perempuan di dunia.
"Karena itu kalau ingin istiqra-nya itu naqhis, maka paling tidak harus meneliti sebagian besar penduduk dunia pada saat itu. Ini persoalan penting untuk menjadi bahan refleksi. Karena itu diskusinya masih cukup menarik untuk kita bahas di tingkatan-tingkatan berikutnya," jelas Aniq.
Anggota LBM PBNU yang lain, Ustadz Idris Mas'udi memperhatikan satu hal menarik dari jalannya bahtsul masail soal relevansi istiqra Imam Syafi'i, semalam.
Menariknya, para musyawirin dan dewan perumus bahtsul masail mempertanyakan metodologi penelitian tentang haid atau menstruasi yang dilakukan oleh pihak medis.
Menurut Idris, apabila metodologi pihak medis dapat dijelaskan secara utuh seperti misalnya dilakukan tidak hanya berdasarkan temuan dari pasien yang datang konsultasi tetapi juga melalui riset lapangan, maka hal itu akan menjadi sumbangan informasi cukup kuat kepada musyawirin dan para perumus.
Ia mengatakan, peluang untuk pengembangan riset tentang menstruasi itu sangat besar celahnya untuk dilakukan. Sebab di dalam mazahibul arba'ah (empat mazhab fiqih) tidak ada pendapat tunggal, sehingga sangat memungkinkan ada celah bagi medis untuk memperkuat pendapat para fuqaha.
"Jadi tidak hendak mengkonfrontasi atau membenturkan temuan medis dengan temuan yang dilakukan Imam Syafi'i tapi justru bisa mengambil celah kekosongan dan juga memperkuat argumen dari istiqra yang pernah dilakukan oleh Imam Syafi'i," jelas Idris.
Sebagai informasi, bahtsul masail di Komisi A Haul Buntet 2023 ini dihadiri oleh Rais Syuriyah PBNU KH Aniq Muhammadun, Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Cirebon KH Wawan Arwani, serta para Sesepuh Buntet Pesantren antara lain KH Adib Rofiuddin Izza, KH Ahmad Mursyidin, KH Amiruddin Abdul Karim, KH Subchi Muta'ad, dan KH Tajudin Zen.
Pewarta: Aru Lego Triono