Komnas Perempuan: Kasus Femisida 2024 Tertinggi dalam 5 Tahun Terakhir
Rabu, 18 Desember 2024 | 15:00 WIB
Jakarta, NU Online
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan bahwa ada 290 kasus pembunuhan terhadap perempuan atau femisida dalam periode Oktober 2023-Oktober 2024. Data ini diperoleh dari pemantauan yang dilakukan Komnas Perempuan melalui media online, total ada 33.225 berita.
Komnas Perempuan mendefinisikan femisida sebagai pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan karena jenis kelamin atau gendernya. Femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan karena kebencian, dendam, dan penaklukan terhadap perempuan. Femisida juga terkait dengan ketimpangan relasi kuasa dan kepuasan sadistis.
Catatan Komnas Perempuan, peristiwa femisida yang terjadi pada 2024 ini merupakan angka tertinggi kedua dalam kurun lima tahun terakhir. Kasus femisida tertinggi pernah terjadi pada periode Juni 2021-Juni 2022 total ada 307 kasus. Data ini belum menggambarkan secara keseluruhan kasus femisida yang terjadi di Indonesia.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menyampaikan femisida didorong oleh superprioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa, dan kepuasan sadistik.
"Adapun jenis femisida paling banyak terjadi ialah femisida intim yang dilakukan suami mendominasi yang mencapai 26 persen (71 kasus), diikuti yang dilakukan oleh pacar mencapai 17 persen (47 kasus), oleh anggota keluarga sebesar 11 persen (29 kasus) dan pengguna layanan seksual sebesar 6 persen (16 kasus)," kata Aminah dikutip dari laman Komnas Perempuan.
Pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian ini umumnya menggunakan benda-benda yang ada di sekitar peristiwa, seperti batu, bambu, palu,balok, kain, sabuk atau tali, disusul dengan penggunaan kekuatan fisik atau digabungkan dengan penggunaan benda tumpul dan/atau senjata tajam yang menunjukkan tingkat sadistis pembunuhan.
Ciri-ciri khas lainnya dari femisida yang terpantau adalah tubuh atau organ seksual yang dirusak, penelanjangan, mutilasi, kekerasan seksual sebelum,selama dan sesudah kematian, disembunyikan sampai dengan dibakar.
“Alasan tertinggi yang terungkap adalah cemburu atau sakit hati, penolakan hubungan seksual, masalah finansial dan kekerasan seksual," kata Siti Aminah Tardi.
"Kita harus hati-hati dengan narasi cemburu yang digunakan untuk menjustifikasi tindakan para pelaku femisida dan menempatkan korban sebagai pihak yang memprovokasi. Apa pun alasannya, tidak dibenarkan menyakiti sampai membunuh orang lain,” tegas Siti Aminah.
Lebih lanjut ia memerinci sebaran kasus femisida berdasarkan provinsi. Siti menyampaikan, provinsi terbanyak yang melaporkan kasus femisida ialah Jawa Barat, yaitu 41 kasus.
Kemudian disusul oleh Jawa Timur sebanyak 38 kasus, Jawa Tengah 29 kasus, Sumatra Utara 24 kasus, Sumatera Selatan 15 kasus, dan Sulawesi Selatan 13 kasus, Jakarta dan Riau yang sama-sama mencatat 11 kasus.
"Memang di provinsi-provinsi di Jawa, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan menempati urutan tinggi ya. Ini menjadi ruang bagi kita menelisik lebih jauh, selain tadi konteksnya karena jurnalis tidak memberitakan atau keterbatasan jurnalis di provisi," terangnya.
Kemudian, rentan usia korban antara lain 201 kasus di usia 19-59 tahun, 28 kasus di usia 11-18 tahun, 22 kasus di usia 60 tahun ke atas, 6 kasus di usia 6-10 tahun, dan 8 kasus usia 0-5 tahun. Sama halnya dengan korban, pelaku femisida paling banyak di rentang usia 19-59 tahun yaitu sebanyak 214 kasus. Kemudian, 13 kasus di usia 11-18 tahun dan 9 kasus 60 tahun ke atas.
Komnas Perempuan juga mencatatkan, sejumlah perkembangan pada 2024 seperti istilah femisida sudah lebih diterima oleh publik khususnya media massa, berbagai prakarsa untuk mengenali dan kampanye penghapusan femisida antara lain melalui kampanye di media sosial, permohonan wawancara dari wartawan dan sejumlah penelitian femisida di Indonesia.
Pada penanganan kasus femisida, tercatat inisiatif pengajuan restitusi bagi keluarga korban pada kasus femisida intim oleh RT oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Surabaya dan Amicus Curiae dari LBH Bandung dan LBH Fahmina dalam kasus femisida di Kuningan.
“Kami merekomendasikan ke depan pola pengajuan restitusi dalam kasus femisida intim di Surabaya diadopsi pada kasus lainnya,” tambah Siti Aminah.
Salah satu kasus femisida yang belum terungkap adalah pembunuhan terhadap Riyas Nuraini, Kader Fatayat NU Lampung padahal kasus sudah terjadi pada Juli 2024 lalu atau sudah lima bulan. Riyas (32) meninggal dunia secara tragis. Jasadnya ditemukan terbungkus karung di tengah kebun jagung di Desa Rajabasa Lama, Lampung Timur pada 18 Juli 2024 lalu.