Brebes, NU Online
“Pinter saja tidak cukup,” tegas Kiai Subhan Makmun kepada jamaah pengajian. Kemudian ia melanjutkan, “Kalau ingin ilmu yang dipelajari bermanfaat maka baik kiai maupun santrinya harus ikhlas dalam mencari ilmu.”
Apa yang diajarkan kiai pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes itu disampaikan di hadapan para peserta kajian Tafsir Al-Munir di Masjid Islam Center Brebes, Jawa Tengah, Ahad (25/3).
Menurut Kiai Subhan, seorang santri yang menginginkan ilmu yang dipelajarinya selama di pesantren kelak dapat bermanfaat ketika telah keluar dari pesantren maka ia harus ikhlas hatinya dan mau melakukan riyadlah. Demikian pula seorang kiai, ustadz, atau guru lainnnya bila ilmu yang diajarkan kepada para santri dan murid ingin manfaat dan membekas di hati para santrinya maka ia harus ikhlas dlam mengajarkan ilmu itu.
“Jangan pernah ada kepentingan lain selain mengharap ridla Allah,” tegas beliau.
Soal keikhlasan kiai yang juga Rais Syuriyah PBNU ini memberikan gambaran sebagaimana tukang tambal ban. Ketika ia akan menambal ban maka akan ia gosok terlebih dahulu ban dalam yang akan ditambal dan ban dalam yang akan dipakai untuk menambal. Tujuan untuk apa? Agar keduanya sama-sama bersih sehingga bisa menempel dengan kuat.
Demikian pula hubungan antara seorang kiai dan santri, guru dan murid. Bila kedua belah pihak melakukan proses belajar mengajar dengan hati yang sama-sama ihklas bersih dari kepentingan-kepentingan tertentu maka ilmu yang disampaikan sang guru dan diterima oleh sang murid akan bermanfaat dan hubungan guru dengan muridnya akan tetap kuat sampai di akherat kelak.
Adapun soal riyadlah Kiai Subhan memberikan contoh Kiai Chudlori—Allahu yarham—Tegalrejo Magelang. Menurutnya, pada saat nyantri Kiai Chudlori itu biasa-biasa saja. Tapi karena beliau banyak melakukan riyadlah maka ketika keluar dari pesantren ilmunya bermanfaat.
Kiai Chudlori, lanjutnya, bisa mengkaji kitab apa pun dan memiliki pesantren yang cukup besar di Tegalrejo Magelang. Bisa dilihat alumni pesantren Tegalrejo selalu memiliki kiprah di masyarakat. “Itu semua karena para santri mendapatkan keberkahan dari riyadlah dan keikhlasan kiainya,” pungkas beliau. (Yazid Muttaqin)