Nasional

Lakpesdam PBNU Kampanyekan Pencegahan Perkawinan Anak melalui Film Pendek

Rabu, 19 Maret 2025 | 10:00 WIB

Lakpesdam PBNU Kampanyekan Pencegahan Perkawinan Anak melalui Film Pendek

Diskusi peluncuran Film Karniti: Habis Terang, Terbitlah Gelap di Outlier Cafe, Ciputat, Tangerang Selatan, Senin (17/3/2025). (Foto: dok. Lakpesdam)

Tangerang Selatan, NU Online

Dalam rangka memperingati International Women's Day (IWD), Tim Program INKLUSI Lakpesdam PBNU menggelar Diskusi Publik dan Peluncuran Film Pendek berjudul Karniti: Habis Terang, Terbitlah Gelap. Peluncuran ini menjadi langkah upaya pencegahan perkawinan anak yang dimulai dari layar kecil untuk perubahan besar. Kegiatan ini digelar di Outlier Cafe, Ciputat, Tangerang Selatan, pada Senin (17/3/2025).


Acara ini menghadirkan narasumber-narasumber yang kompeten di bidangnya untuk membahas cara media, khususnya film, menjadi alat advokasi yang efektif dalam upaya pencegahan perkawinan anak.  


Sebab, saat ini perkawinan anak masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Faktor kemiskinan, norma sosial, serta kurangnya kesadaran mengenai dampak negatifnya terus memperparah situasi ini.


Praktik ini tidak hanya menghambat perkembangan anak tetapi juga berdampak buruk terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi mereka di masa depan. Karena itu, pendekatan edukatif dan kampanye sosial menjadi kunci dalam upaya pencegahan.  


Dalam acara ini, film pendek produksi Tim Media dan Komunikasi INKLUSI Lakpesdam PBNU bekerja sama dengan Islamidotco resmi diperkenalkan kepada publik.


Film ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya perkawinan anak serta mendorong perubahan sosial melalui kekuatan narasi audio-visual.  


Hadir sebagai narasumber pada kegiatan diskusi kali ini, Sutradara Film yang juga dosen di Institute Kesenian Jakarta (IKJ) Nurman Hakim, aktivis perempuan Riri Khariroh, dan Pengurus Lakpesdam PBNU M Najih Arrommadloni, dipandu moderator dari Islamidotco Dedik Priyanto.


Sebelum diskusi dimulai, acara diawali dengan sambutan dari Program Manager INKLUSI Lakpesdam PBNU Nurun Nisa yang mengulas sedikit konteks pembuatan film Karniti dan hubungannya dengan Program INKLUSI yang dilaksanakan Lakpesdam PBNU di 6 wilayah sub-mitra.


"Harapannya nanti film ini akan dijadikan sebagai alat kampanye khususnya di keseluruhan wilayah submitra program, umumnya untuk semua yang mendukung pencegahan perkawinan anak," kata Nisa.


Ia menjelaskan, kampanye dengan film ini bisa dilaksanakan baik secara offline maupun online melalui media sosial. Film ini adalah cara Lakpesdam PBNU untuk mengedukasi masyarakat dengan cara yang menyenangkan dan dekat dengan anak muda.


"Jadi kami berharap teman-teman di sini yang muda dan bersemangat muda bisa ikut serta menikmati dan meningkatkan kesadaran bersama sehingga kita bisa menyongsong Indonesia emas 2030 dengan percaya diri. Kita tahu ada Indonesia Gelap (tapi) kita masih berharap ada pelita dengan cara kita bersama-sama berkolaborasi," ujarnya.


Selain pemutaran perdana film, sesi diskusi interaktif memberikan ruang bagi peserta dari organisasi masyarakat sipil, komunitas keagamaan, akademisi, mahasiswa, jurnalis, serta pemerintah untuk membahas strategi penyebaran pesan kampanye melalui media film.  


Dalam paparannya, Nurman Hakim menjelaskan tentang sejarah panjang film yang fungsinya beragam dari yang awalnya sekadar sebagai dokumentasi kemudian beralih berbentuk cerita dengan berbagai fungsi.


"Dari tahun 1895, film dianggap hanya sebagai dokumentasi, belum ada cerita. Kemudian seiring berjalannya waktu, film beralih fungsi sebagai hiburan, ekspresi diri, seni, propaganda dan penyebaran ide-ide. Dulu Stalin, Musolini, dan sebagainya memiliki lembaga film khusus sebagai corong penyebaran ide-ide mereka," jelas Nurman.


Lebih lanjut, ia mengapresiasi pembuatan film Karniti yang diproduksi Islamidotco bekerja sama dengan Lakpesdam PBNU. Sebab, menjadi film yang mengampanyekan tentang pencegahan perkawinan anak.


"Ide tentang penyadaran perkawinan anak melalui film pendek berdurasi 8 menitan ini sangat menarik, harapannya bisa masif menjadi media yang bermanfaat," imbuhnya.


Sementara itu, Riri Khariroh menyoroti tentang gerakan perempuan dan hubungannya dengan perkawinan anak.


Menurutnya, perkawinan anak menjadi hal yang diperjuangkan perempuan sejak lahirnya gerakan perempuan di dunia dan juga di Indonesia.


"Kartini, merupakan sosok korban, dan dia memprotes perkawinan anak, pada kongres perempuan pun juga melarang perkawinan anak karena dampaknya yang luar biasa," jelasnya.


Senada dengan Riri, Najih Arromadloni, juga menerangkan tentang bahaya perkawinan anak serta cara pandang atau perspektif Islam memandang hal ini.


Menurutnya, secara Islam, sejatinya hukum perkawinan adalah sunnah, tapi bisa juga berubah menjadi wajib dan mubah. Di balik hukum perkawinan baik sunnah, wajib, dan mubah ini yang jelas masyarakat Indonesia khususnya Muslim wajib menaati aturan yang sudah disusun oleh pemerintah, khususnya terkait perkawinan anak.


"Jadi, ketika pemerintah Indonesia sudah memutuskan usia menikah adalah di atas 19 tahun, maka batas minimal ini harus ditaati. Karena setiap hukum positif yang diputuskan oleh pemerintah selaras dengan orientasi hukum Islam, yakni kemaslahatan," tandasnya.