Mahfud MD: Perlu Fokus pada Titik Temu daripada Politik Identitas
Ahad, 30 Oktober 2022 | 19:00 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD saat berbicara pada peringatan 1000 hari KH Salahuddin Wahid di Rumah Sakit Hasyim Asy'ari, Jombang, Jawa Timur pada Sabtu (29/10/2022). (Foto: istimewa)
Jombang, NU Online
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Republik Indonesia Mahfud MD meminta umat Islam di Indonesia lebih fokus pada titik temu dalam kehidupan sosial politik daripada politik identitas.
Menurutnya, dalam kehidupan bernegara yang penuh perbedaan, perlu adanya kalimatun sawa, titik temu. Kalimatun sawa ini sesuatu yang disepakati oleh semua agama dan suku seperti dalam masalah melawan kejahatan, melawan polisi jahat, melawan korupsi, menegakkan keadilan.
"Mencari kesamaan dalam hidup bernegara ini sangat penting, terutama dalam kehidupan sosial politik. Oleh sebab itu, politik identitas itu jadi tidak relevan. Cuma saya tidak bicara politik saat ini, karena sudah banyak calon presiden. Dikira nanti saya nyindir," katanya saat sambutan di 1000 hari wafatnya KH Salahuddin Wahid di RS KH Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang, Sabtu (29/10/2022).
Baginya, saat ini kehidupan umat Islam Indonesia sudah semarak. Sudah banyak doktor dan profesor dari umat Islam. Fakta ini menggeliat karena dampak dari ide memasukkan pelajaran agama ke sekolah umum dan dibukanya madrasah di pesantren oleh KH Wahid Hasyim, yang saat itu jadi Menteri Agama RI.
"KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahid Hasyim sudah memberikan contoh bagaimana cara umat Islam bernegara yang baik," tegas tokoh asal Madura ini.
Dewasa ini, masyarakat Muslim Indonesia tinggal fokus bertugas menjaga negara Indonesia ini sebagai negara milik bersama tanpa membedakan agama dan suku. Mahfud ingat pesan Gus Dur yang mengatakan, jika umat Islam Indonesia tidak perlu menggerutu dalam banyak hal, fokus bangun saja demokrasi.
"Kalau demokrasi sehat, maka orang Islam akan dapat bagian yang banyak sesuai dengan kebesarannya dan prestasinya. Betul itu, sekarang banyak santri jadi anggota DPR, di pemerintahan dan profesor. Itu hal yang perlu dilakukan dalam hidup berbangsa dan bernegara ini," imbuhnya.
Dikatakan, ide pembentukan negara khilafah perlu dikritisi. Karena negara hasil ijtihadi. Tujuan mendirikan negara sesuai dengan tujuan syariat yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Terkait bagaimana bentuknya negara, dikembalikan ke masyarakat. Tidak harus khilafah.
Jadi negara adalah alat untuk beribadah, karena tujuan penciptaan manusia dan jin untuk beribadah. Prinsipnya, kalau umat Islam mau beribadah dengan baik perlu negara maka dirikan negara sesuai dengan kaidah "Ma La Yatimmul Wajib Illa Bihi Fahuwa Wajib"
"Ketika mau mendirikan negara Islam tidak bisa, yang bisa negara Indonesia berdasarkan Pancasila maka nilai-nilai Islam dimasukkan ke dalam nilai hukum. Masukan substansinya, tidak usah disebut Islamnya. UU Minuman keras, masukkan substansi nilai Islam," tandasnya.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syakir NF