Nasional

Makna Filosofis Tongkat dan Penataan Organisasi menurut Ketum PBNU

Sabtu, 29 Juli 2023 | 18:00 WIB

Makna Filosofis Tongkat dan Penataan Organisasi menurut Ketum PBNU

Ketum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf memberi sambutan dan membuka secara resmi Konferwil Ke-11 Nahdlatul Ulama Provinsi Lampung di Kampus Universitas Ma’arif Lampung (Umala) Kota Metro pada Sabtu (29/7/2023). (Foto: NU Online/M Faizin)

Metro, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengungkapkan bahwa tongkat yang menjadi bagian sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama merupakan bentuk izin dari Syaikhona Muhammad Cholil kepada muridnya, KH Hasyim Asy’ari untuk mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).

 

"Izin dalam Balaghah bisa bermakna amar (perintah). Diizinkan itu bisa berarti diperintahkan. Maka izin untuk mendirikan jamiyyahnya para ulama yang kemudian diberi nama Nahdlatul Ulama ini, sebenarnya adalah perintah," jelasnya.


Perintah itu, jelas Gus Yahya, dilambangkan dalam wujud tongkat dan ayat yang disertakan dalam perintah itu yakni Surat Thaha ayat 17-21 yang artinya: "Dan apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa?" Dia (Musa) berkata, "Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku merontokkan (daun-daun) dengannya untuk (makanan) kambingku, dan bagiku masih ada lagi manfaat yang lain. Dia (Allah) berfirman, "Lemparkanlah ia, wahai Musa!" Lalu (Musa) melemparkan tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Dia (Allah) berfirman, "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula.

 

Ayat inilah saat ini yang menjadi pegangan PBNU dalam membangun agenda-agenda strategis ke depan dan konsolidasi organisasi. Nahdlatul Ulama lanjutnya harus bisa menjadi tongkat yang mampu menopang langkah dengan kuat dalam medan yang beragam. Juga tongkat yang bisa digunakan untuk menggembala dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan gembalaannya.

 

"Dan harus bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan-keperluan lainnya," jelasnya saat memberi sambutan dan membuka secara resmi Konferensi Wilayah (Konferwil) Ke-11 Nahdlatul Ulama Provinsi Lampung yang diselenggarakan di Kampus Universitas Ma’arif Lampung (Umala) Kota Metro pada Sabtu (29/7/2023).

 

Tongkat ini lanjut Gus Yahya, bukanlah tongkat biasa namun memiliki mu’jizat yakni bisa menjelma menjadi seekor ular besar yang memakan habis ular-ular kecil hasil sihir. Namun ketika ular ini sudah menyelesaikan tugasnya, maka ular dipegang kembali dan kembali pula ke bentuk asalnya yakni, tongkat.


Pada konteks Jamiyyah Nahdlatul Ulama yang merupakan organisasi besar, maka menurutnya perlu ditata agar NU menjadi organisasi yang terpadu. NU harus menjadi organisasi yang koheren, padu. Artinya setiap bagian dari organisasi ini harus bisa bergerak satu sama lain dengan irama yang rapi, irama yang tertata menuju arah bersama yang telah ditentukan sebelumnya.

 

"Kalau PBNU nya A, Ranting Harus A. Itu berarti PWNU, PCNU, MWCNU sampai ranting semua A. Tidak boleh ada yang lain," tegasnya. "Kalau PBNU bilang berangkat, semua berangkat. Kalau PBNU bilang berhenti, semua berhenti," imbuhnya.

 

Selain koheren, dalam mengelola perkumpulan, masing-masing elemen juga harus bisa berbagi peran. 


"Sebagian harus duduk, sebagian harus berdiri. Sebagian harus berjalan, sebagian harus berlari. Maka bagian-bagian yang mendapatkan perintah itu harus siap melaksanakan sesuai perintah yang diberikan," tegasnya.