Bandarlampung, NU Online
Forum permusyawaratan tertinggi, Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama diselenggarakan di Provinsi Lampung. Provinsi yang berada di ujung selatan pulau Sumatera ini terkenal dengan moto Sai Bumi Ruwa Jurai. Moto ini tertuang dalam Perda Provinsi Lampung No. 4 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Perda Provinsi Lampung No. 01/Perda/I/DPRD/71-72 tentang Bentuk Lambang Daerah Provinsi Lampung yang diundangkan pada 5 Mei 2009. Sebelumnya Lampung memiliki moto Sang Bumi Ruwa Jurai.
Dikutip dari laman Kemendikbud makna dari Sai Bumi Ruwa Jurai adalah Satu Bumi Dua Jiwa. Bumi Lampung dilambangkan sebagai rumah tangga agung yang didiami oleh dua jurai masyarakat adat, yaitu jurai adat Pepadun dan jurai adat saibatin/pesisir. Pepadun berarti tempat duduk penobatan penguasa dan Sai Batin berarti Satu Penguasa.
Suku Lampung Pepadun tinggal di daerah tengah atau daratan. Masyarakat dengan suku ini terkonsentrasi di wilayah pedalaman dan dataran tinggi. Sistem kekerabatan yang digunakan oleh masyarakat Suku Pepadun adalah sistem patrilineal.
Dialek bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Pepadun adalah Bahasa Lampung dengan dialek “O”. Pelafalan yang diucapkan oleh masyarakat ini adalah pelafalan dengan irama atau intonasi yang mengayun dan menekan. Tak jarang pengguna bahasa dialek “O” ini diidentikkan sebagai masyarakat yang kurang ramah karena cara berbicaranya. Namun, ada beberapa daerah masyarakat Lampung Pepadun yang juga menggunakan bahasa dialek “A” dalam bahasa percakapan sehari-hari.
Siger, Hiasan Mahkota Perempuan yang digunakan oleh masyarakat suku Pepadun, berjumlah sembilan lekuk yang bermakna sembilan marga yang membentuk Abung Siwo Megou. Baju yang dikenakan oleh masyarakat ini pada upacara adat atau pernikahan juga didominasi dengan warna putih.
Sementara Suku Lampung Pesisir tinggal di sepanjang pesisir Lampung. Diyakini, masyarakat suku Pesisir ini menjadi cikal bakal dari suku Lampung di Indonesia. Hal ini ditandai dengan hadirnya Kerajaan Sekala Berak yang merupakan kerajaan tertua di Lampung dan bermukim di Lampung Barat. Sampai saat ini, Kerajaan Sekala Berak masih berdiri dengan memiliki empat Kepaksian (sub-kerajaan) yang tersebar di seluruh Lampung.
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Pesisir adalah bahasa Lampung dengan dialek “A”. Pelafalan yang digunakan oleh masyarakat ini lebih jelas, hampir setara dengan pelafalan Bahasa Indonesia pada umumnya.
Siger masyarakat suku Pesisir memiliki tujuh lekuk dengan hiasan bunga pada bagian atas, yang menandakan tujuh sungai yang ada di Lampung. Ada juga yang mengatakan bahwa Siger masyarakat suku Pesisir terpengaruh oleh budaya masyarakat Pagaruyung, Sumatera Barat. Ada juga Siger yang memiliki tali yang menjuntai menutupi wajah. Siger ini digunakan oleh masyarakat suku Pesisir-Melinting di Lampung Timur. Pada acara-acara adat dan pernikahan pun warna baju yang digunakan oleh masyarakat ini adalah warna merah.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan