Muspimnas PMII Resmi Dibuka, Diharap Mampu Berkontribusi untuk Perbaikan Negeri
Kamis, 17 November 2022 | 23:00 WIB
Ketua Mabinas PMII Abdul Muhaimin Iskandar (baju putih tengah), Wakil Menteri Agama H Zainut Tauhid Sa'adi, dan Ketua Umum PB PMII M Abdullah Syukri (tengah ke kanan) saat meresmikan Muspimnas PMII (Foto: Panitia Publikasi Muspimnas PMII 2022)
Tulungagung, NU Online
Ketua Majelis Pembina Nasional (Mabinas) Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Abdul Muhaimin Iskandar secara resmi membuka Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) PMII di Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Jawa Timur, Kamis (17/11/2022).
Gus Muhaimin, sapaan akrabnya, mengatakan, kader PMII harus siap beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di seluruh lini kehidupan. PMII sebagai organisasi kader harus berkontribusi untuk bangsa ini dengan memberikan sumbangsih ide dan gagasan dalam setiap perubahan kehidupan yang melanda negeri ini.
Selain itu, setiap tantangan zaman seyogyanya dapat dihadapi dengan kesadaran penuh bahwa bangsa Indonesia sedang mengalami arus besar perubahan yang begitu cepat. “Perubahan besar terjadi di seluruh lini kehidupan. Cara kerja dan cara berpikir kita juga harus mengalami perubahan. Perubahan terjadi di seluruh dunia, maka anak PMII harus siap menghadapi perubahan itu,” ujarnya saat menyampaikan sambutan.
Wakil Ketua DPR RI ini menambahkan, tiga puluh tahun yang lalu sistem demokrasi dibangun bangsa Indonesia. Kehadirannya memberikan peran yang cukup penting terhadap dinamika kebangsaan di Indonesia. Agar sistem tersebut memberikan kemaslahatan diperlukan kader-kader bangsa yang beradaptasi dengan perubahan zaman.
“Orde Baru 32 tahun rontok karena tidak mampu mengadaptasikan diri terhadap berbagai perubahan. Reformasi yang kita ciptakan yang Insyaallah sistem terbaik yang kita pilih hari ini, harus terus dikritik dievaluasi serta menyesuaikan dengan tantangan perkembangan,” tuturnya.
Penguatan moderasi
Sementara itu, Wakil Menteri Agama RI H. Zainut Tauhid Sa’adi mengingatkan adanya tren konservatisme di kalangan milenial sebagaimana hasil penelitian sejumlah lembaga, antara lain penelitian Pusat Studi Agama dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2018 yang mengungkap bahwa ancaman ekstremisme di kalangan kaum muda berusia 15-24 sangat mengkhawatirkan. “Tren konservatisme ini dicirikan dengan scriptural plus komunal yang juga menguat,” katanya.
Baca Juga
Sejarah Lahirnya PMII
Data lain yakni dari Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebut bahwa generasi milenial sangat memiliki minat untuk melakukan akses terhadap literatur keagamaan. Sementara data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dirilis tahun 2019 menunjukkan fakta bahwa 59,1 persen pelaku terorisme, berusia kurang dari 30 tahun. Kalangan muda usia 17-24 tahun menjadi sasaran utama penyebaran paham ekstremisme.
“Survey BNPT tersebut juga menunjukan, 80 persen generasi muda rentan terpapar ekstremisme, karena cenderung tidak berpikir kritis. Umumnya generasi muda milenial ini, lebih cenderung menelan mentah-mentah, arus distribusi informasi dan ideologi. Karena sikap intoleran biasanya muncul, pada generasi yang tidak berpikir kritis. Ini menjadi sasaran empuk kelompok ekstrem,” ucap Wamenag.
Melihat data-data yang telah disebutkan, Wamenag mengingatkan PMII akan pentingnya penguatan moderasi beragama dalam pemahaman teks-teks keagamaan dan kehidupan sosial kalangan mahasiswa. Menurut dia, peran mahasiswa sangat penting ebagai katalisator mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin.
Lebih dari itu, pengarusutamaan moderasi beragama setidaknya dilandasi oleh tiga hal. Pertama, kehadiran agama untuk menjaga martabat manusia dengan pesan utama rahmah (kasih-sayang). Kedua, pemahaman bahwa pemikiran keagamaan bersifat historis, sementara realitas terus bergerak secara dinamis, sehingga kontekstualisasi adalah keniscayaan, tidak justru terjebak pada teks yang melahirkan cara beragama yang ekslusif. Ketiga, tanggung jawab masyaeakat untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dari siapa saja yang ingin merongrong kehormatanya.
Wamenag juga mengingatkan PMII akan tantangan revolusi industri 4.0, society 5.0, pasar bebas internet, serta kompetisi dagang global yang semakin terbuka. Pelbagai bentuk teknologi digital telah berkembang selama dekade terakhir ini seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence), data besar (big data), buku besar digital (blockchain), komputasi awan (cloud computing), Internet untuk Segala Internet of Things (IoT), pembelajaran mesin (machine learning), aplikasi seluler (mobile applications), nano teknologi (nanotechnology), dan sebagainya.
“Era society 5.0, menghadapkan kita pada perubahan yang sangat dinamis, sangat cepat dan serba tidak pasti, serta ditandai dengan hilangnya pekerjaan dan kompetensi yang sudah lama dipersiapkan oleh perguruan tinggi," katanya.
Baca Juga
Makna di Balik Nama dan Lambang PMII
Menurut Wamenag, kondisi saat ini memaksa semua pihak untuk melakukan akselerasi pemahaman dan penguasaan terhadap teknologi, tidak terkecuali para mahasiswa dan masyarakat perguruan tinggi.
“PMII sebagai wadah pergerakan mahasiswa harus cepat merespon jika tidak ingin tertinggal atau ditinggalkan oleh anggotanya yang telah memiliki ekspektasi serta orientasi masa depan yang berbeda. Kemampuan membaca orientasi masa depan masyarakat (future need of the society) yang tepat dan detail sangatlah penting, sehingga proses kaderisasi anggota melalui pendidikan dan pelatihan tidak memproduksi sesuatu yang sudah tidak lagi relevant dengan tantangan zamannya baik skills dan knowledge capacity yang dibutuhkan,” tuturnya.
Wamenag berharap Muspimnas PMII ini akan menghasilkan keputusan atau dokumen strategis yang dapat melahirkan calon-calon pemimpin bangsa yang mampu menjawab tantangan dan peluang Indonesia dalam kancah dunia global.
Editor: Syakir NF