Jakarta, NU Online
Suatu negara dalam mempertahankan stabilitas keamanan negara ditentukan oleh berbagai aspek kehidupan seperti stabilitas keamananan ideologi, politik, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan (Ipolesosbudhankam). Apabila seluruh aspek tersebut berjalan dengan stabil, maka dapat menentukan stabilitas keamanan suatu negara.
Adapun peran agama dalam menjaga stabilitas keamanan nasional memiliki peran yang besar di mana keberadannya merambah semua aspek-aspek tersebut. NU sebagai organisasi kemasyarakatan yang berbasis agama menjadi aset besar dalam menjaga stabilitas keamanan nasional.
“Ipolesosbudhankam tanpa agama bagaikan musim dingin yang kekeringan,” amanat Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto yang disampaikan oleh anggotanya dalam Harlah ke-93 NU di Jakarta Convention Center, Kamis (31/1).
Dalam amanantnya, Hadi menyatakan bahwa para pendiri bangsa Indonesia sendiri juga sudah memikirkan secara bijak tentang konsep-konsep keamnan nasional yang tertuang dalam pasal 30 UUD 1945 bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
“Kelahiran NU secara sosial historis maupun sebagai organisasi kemasyarakatan umat Islam sarat dengan nilai-nilai perjuangan,” jelas jenderal kelahiran Malang, Jawa Timur ini.
Peran NU tersebut menurut Hadi terlihat oleh keberadaan pesantren yang selama ini membangun kesadaran kebangsaan, membangun kemandirian bangsa, membangun Islam yang berbais pada Al-Qur’an dan Sunnah dengan tetap menjaga dan mengakomodasi kearifan lokal dalam menjalankan dakwah.
Selain itu, dalam amanatnya ia juga berharap agar NU terus berkontribusi bagi masyarakat terlebih sebagian besar anggotanya tersebar di pedesaan. NU harus mampu membawa warna pada setiap arena yang dilingkupinya.
“Sudah saatnya perjuangan NU tidak hanya terbatas pada dimensi yang bersifat ideologis saja, tapi juga mampu mebawa masyarakat ke arah yang lebih cerdas, dalam pengembangan pendidikan, ekonomi, dan teknologi,” tegas lulusan Akademi Angkatan Udara 1986 itu. (Nuri Farikhatin/Fathoni)