Peneliti LPMQ Kemenag: Tuna Rungu Butuh Akses Media Literasi Al-Qur’an
Sabtu, 20 November 2021 | 07:00 WIB
peneliti LPMQ, Ahmad Jaeni (kedua dari kanan) saat pemaparan hasil riset. (Foto: NU Online/Musthofa Asrori)
Jakarta, NU Online
Ada yang menarik dari seminar hasil penelitian Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) yang digelar secara hybrid, Kamis (18/11/2021) kemarin. Yakni, penelitian media literasi Al-Qur’an bagi komunitas tuli atau sering disebut Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara (PDSRW).
Hal tersebut disampaikan oleh peneliti LPMQ, Ahmad Jaeni, saat menyampaikan paparan hasil riset dalam Seminar Hasil Penelitian tentang Media Literasi Al-Qur’an yang diinisiasi LPMQ Balitbang Diklat Kemenag RI di Jakarta, Kamis.
Ahmad Jaeni, dalam paparannya mengatakan bahwa penyandang disabilitas rungu wicara sangat membutuhkan akses terhadap media literasi Al-Qur’an yang memudahkan mereka.
Ia menegaskan, dasar riset terhadap isu tersebut sangat kuat. Yaitu, UU No. 08/2016 Pasal 14 C yang menyatakan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak mendapatkan kitab suci dan lektur keagamaan lainnya yang mudah diakses berdasarkan kebutuhannya.
“Nah, PDSRW (rungu wicara) belum memiliki akses media literasi Al-Qur’an yang mudah sesuai kebutuhannya. Sementara Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (PDSN) sudah mendapatkannya sejak tahun 1984,” papar pria yang sekarang beralih JFT ke Pentashih Mushaf Al-Qur'an ini.
Ia menambahkan, data BPS pada 2018 menyebut bahwa di Indonesia terdapat 21,8 juta penyandang disabilitas. Terkait literasi, menurut dia, Ada keragaman media literasi Al-Qur’an yang diupayakan oleh sejumlah lembaga/komunitas. Keragaman tersebut tentu tidak bisa mejadi acuan, kecuali hanya untuk kelompok sendiri.
“Dalam Lokakarya Pedoman Membaca Al-Qur’an bagi PDSRW pada 23-26 Sep 2000 silam muncul harapan adanya Standar Pedoman Membaca Al-Qur’an bagi komunitas ini,” terang pria asal Banyuwangi ini.
Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini mengatakan, tujuan risetnya tentang penyandang disabilitas rungu wicara ini setidaknya melingkupi tiga hal. Pertama, hendak menginventarisasi dan memetakan media literasi Al-Qur’an yang digunakan pada komunitas PDSRW.
“Kedua, menjelaskan bagaimana media literasi Al-Qur’an tersebut efektif digunakan oleh PDSRW. Ketiga, mengetahui sikap dan respons PDSRW terhadap penyusunan Buku Pedoman dan Mushaf Al-Qur’an bagi PDSRW yang dilakukan LPMQ,” paparnya.
Selama ini, media literasi untuk tunarungu ada dua, yaitu berbasis oral dan berbasis isyarat. “Untuk yang oral ada dua, yakni oral + Sibi (Amaba & Amakasa). Kedua oral + visual fonetik (Abata). Kemudian yang berbasis isyarat itu ada dua, isyarat berdasarkan kitabah (Ibtisama Mulia) dan isyarat berdasarkan tilawah (rumah tuli Jatiwangi, ICD, dan rumah belajar kita),” paparnya.
Sinergi antarlembaga
Berdasarkan penelitian tersebut, muncul sejumlah rekomendasi. Pertama, Kemenag perlu melakukan sinergi dengan pihak-pihak yang selama ini telah memberikan perhatian terhadap PDSRW seperti Kemensos, Kemendikbud, dan Pemda dalam melakukan penguatan kelembagaan bagi lembaga atau komunitas yang telah menyelengarakan pendidikan atau pengajaran Al-Qur’an.
“Kedua, Kemenag perlu bekerja sama dengan stake holder terkait dalam melakukan sosialisasi dan uji coba Pedoman Membaca Al- Qur’an untuk PDSRW sebelum ditetapkan dan diberlakukan,” tandas Jaeni.
Alumnus Pesantren Madrasah Huffadh Al-Munawir Krapyak Yogyakarta ini menambahkan, untuk penelitian PDSRW dilakukan penelitian di beberapa lokasi. Pertama, SLB YPAC Aceh. Kedua, Majelis Ta'lim Tuli Indonesia DKI Jakarta. Ketiga, Rumah Belajar Kita Banjarmasin Kalimantan Selatan.
“Keempat, Jawa Barat terdiri dari tiga titik, yakni Ibtisamah Mulia Bekasi, Rumah Tuli Jatiwangi Majalengka, Iqro Deaf Community Tasikmalaya. Kelima, Jawa Timur terdiri dari dua titik yakni Resource Center Dispendik Gresik dan Rumah Qur’an Sahabat Tuli Asy-Syakur Kediri,” paparnya.
Keenam, lanjut dia, Jawa Tengah dan Yogyakarta terdiri dari Pesantren Abata Temanggung, SLB Islam Qothrunada YPI Nur Aini, Pesantren Tuli Darul A’shom, dan Pesantren Jamhariyah.
Pada sesi kedua seminar yang dimoderatori Imam Arif ini, Ahmad Jaeni tampil bersama Lia Aprilliani, narasumber dari Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (PMPK) Kemendikbud Ristek, dan Indah Nur Harahap dari Ibtisamah Mulia, Bekasi.
Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Kendi Setiawan