Jakarta, NU Online
Dua orang penggugat, Leonardo Olefins Hamonangan dan Ricky Donny Lamhot Marpaung tengah menjadi sorotan. Mereka secara resmi menggugat Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang (UU) nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Permohonan para penggugat itu tercatat dalam Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) nomor 75/PUU/PAN.MK/AP3/06/2024. Gugatan didaftarkan pada Selasa (18/6/2024).
Alasan para pemohon melakukan gugatan ke MK adalah karena tingginya resistensi atau tindakan menentang yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat. Mereka memaparkan data dari hasil survei Litbang Kompas yang menyebut bahwa mayoritas warga menolak Tapera.
"Untuk membuktikan bahwa program Tapera masih belum bisa dikatakan memenuhi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, Pemohon mengkutip surva yang dibuat oleh Litbang Kompas yang berjudul Survei Litbang Kompas: Mayoritas Warga Tolak Tapera," begitu bunyi gugatan pemohon yang dikutip NU Online dari situs resmi Mahkamah Konstitusi RI, pada Senin (24/6/2024).
Mereka menyebutkan dalam survei itu bahwa sebanyak 43,1 persen masyarakat tidak setuju Tapera. Sementara masyarakat yang setuju hanya 16 persen, masyarakat yang setuju tapi tidak mau ikut Tapera sebanyak 12 persen, dan 28,6 persen masyarakat mengaku tidak tahu program Tapera.
Survei ini juga mengungkap bahwa dari kelompok responden yang menolak Tapera, sebanyak 52,8 persen beralasan program ini membebani keuangan mereka. Lalu 17,4 persen menolak karena sudah punya rumah. Kemudian sebanyak 11,5 persen warga mengaku tidak bisa menerima manfaat program karena berpenghasilan lebih dari Rp8 juta per bulan, serta 9,9 persen lainnya menilai program Tapera belum jelas dan belum bisa dipercaya.
Survei Litbang Kompas ini melibatkan 524 responden berusia 17-44 tahun yang berpendidikan menengah hingga tinggi. Responden dipilih secara acak dan proporsional di 38 provinsi Indonesia.
Dalam gugatan tersebut, juga berisikan petitum yang dimohonkan ke MK. Berikut petitum pemohon:
1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya.
2. Menyatakan pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2016 nomor 55) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945
atau
Menyatakan pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2016 nomor 55) sepanjang frasa 'Setiap Pekerja dan Pekerja Mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Setiap pekerja dan pekerja mandiri berkewajiban menjadi peserta berdasarkan kemauan dari pekerja dan tanpa paksaan'
atau
Menyatakan pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2016 nomor 55) sepanjang frasa 'Setiap Pekerja dan Pekerja Mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Setiap pekerja dan pekerja mandiri yang menjadi peserta atas dasar kesepakatan antara pekerja dengan pemberi kerja'
3. Menyatakan pasal 7 ayat (3) Undang-Undang nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2016 nomor 55) sepanjang frasa 'atau' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sepanjang frasa 'sudah kawin' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
4. Menyatakan pasal 72 ayat (1) huruf e dan f Undang-Undang nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2016 nomor 55) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945
"Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memiliki pendapat lain, mohon untuk diputus seadil-adilnya (ex aequo et bono)," begitu bunyi petitum pemohon atau penggugat UU Tapera di MK.