Nasional

Pidato Lengkap Gus Yahya: Khidmah yang Masuk Akal bagi NU

Senin, 20 Oktober 2025 | 10:00 WIB

Pidato Lengkap Gus Yahya: Khidmah yang Masuk Akal bagi NU

Ketum PBNU Gus Yahya Staquf. (Foto: dok. PBNU)

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) meresmikan 42 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) NU dan penyerahan paket Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada 50.000 santri di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Karangharjo, Silo, Jember, Jawa Timur, pada Senin, 30 September 2025.


Dalam kesempatan ini, Gus Yahya menjelaskan argumentasi khidmah yang dinilai masuk akal bagi jam’iyah Nahdlatul Ulama, termasuk melalui program MBG. Kiai asal Rembang itu juga menyebut bahwa sepanjang sejarah, NU selalu bergulat dengan berbagai cobaan. Di akhir pidato, mengingatkan pesan Umar bin Khattab kepada putranya Abdullah bin Umar radhiyallahuanhuma.


Berikut adalah pidato lengkap Gus Yahya dalam kesempatan tersebut.


***


Assalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.

Alhamdulillāh wa syukrulillāh, was shalātu was salāmu alā Rasūlillah Sayyidina wa Maulana Muhammad ibni Abdillāh, wa 'alā ālihi wa shahbihi wa man wālāh. Amma ba’ad.

Yang mulia Kiai Muhyiddin Abdussomad, Syekhina. Yang saya hormati teman-teman dari PBNU. Datang bersama saya Pak Amin Said Husni Wakil Ketua Umum (PBNU), dan telah, mungkin sejak kemarin hadir di sini sejumlah pengurus yang lain, ada Pak Fahmi Akbar Idris Ketua Tanfidziyah (PBNU) yang menjadi ketua interim dari Satgas Konsultasi dan Akselerasi dan juga dari RMI (PBNU), Ketua, Kiai Hodri Ariev. Ini ada sekretaris LPPNU PBNU, juga hadir di sini, alhamdulillah. Dan yang lain-lain. Yang saya hormati Pak Dandim yang hadir bersama kita, terima kasih. Pak Kapolres juga hadir bersama kita, terima kasih. Alhamdulillah. Para kiai, para santri yang hadir, khususnya perwakilan dari 42 pesantren yang hari ini SPPG-nya kita resmikan.


Dan khusus untuk santri-santri, itu jangan sungkan-sungan, segera dimakan saja. Sudah dimakan, belum itu? Sudah? Sudah habis? Ya sudah. Ini sudah jam dua soalnya. Itu tadi masaknya jam berapa? Alhamdulillah.


Dan tentu saja yang kita hormati bersama, Kepala Badan Gizi Nasional, Pak Dadan Hindayana, yang tadi telah menyempatkan diri untuk juga menyapa kita walaupun melalui sambungan Zoom. Dan, saya kira, 17 SPPG di berbagai tempat, mulai dari Sumatra Utara sampai ke Lombok, mungkin juga masih mengikuti melalui streaming acara ini. Alhamdulillah.


Ini adalah ketiga kalinya saya hadir di berbagai daerah untuk kegiatan terkait dengan program Makan Bergizi Gratis. Yang pertama di Cipulus Purwakarta, peletakan batu pertama pembangunan dapur SPPG. Itu hanya beberapa hari setelah saya bertemu Presiden. Kemudian yang kedua di Babakan Ciwaringin Cirebon, peresmian 13 SPPG waktu itu. Dan yang ketiga kali di sini, di Silo Jember ini, peresmian 42 SPPG. Masyaallah. Dan di setiap acara terkait MBG yang saya hadir itu, di Purwakarta, di Cirebon, dan di Jember ini, selalu hujan deras seperti ini. Selalu. Ada yang mengatakan, katanya kalau orang berdoa diiringi hujan itu insyaallah maqbul. [Hadirin mengatakan amin]. Mudah-mudahan hujan yang kita terima tadi betul-betul merupakan berkah dari Allah subhanahu wa ta’ala.

 

 

Para kiai, bapak, ibu, anak-anakku, para santri yang saya cintai.

Alhamdulillah, keikutsertaan jam’iyah Nahdlatul Ulama di dalam pelaksanaan program pemerintah berupa program Makan Bergizi Gratis ini adalah wujud dari himmah jam’iyah Nahdlatul Ulama untuk melakukan khidmah kepada jamaah, khidmah kepada sekian banyak warga Nahdlatul Ulama.


Baru kemarin kami melakukan diskusi di antara teman-teman pengurus terkait satu hasil survei terbaru oleh lembaga survei yang namanya Alvara dan di antara yang dihasilkan dalam survei yang dilakukan sekitar Agustus dan September tahun ini adalah bahwa 57,2 persen dari seluruh umat Islam di Indonesia ini mengaku sebagai orang NU. 57,2 persen dari seluruh umat Islam itu, saya kira, tidak akan kurang dari sekitar 130-140 juta jiwa dari seluruh penduduk Indonesia yang jumlah keseluruhannya sekarang kira-kira 285 juta jiwa, itu 130-140 jutanya adalah orang yang mengaku NU. Dan ini memang ditanya: Apakah Anda Muslim? Muslim. Apakah Anda ikut NU, Muhammadiyah atau organisasi yang lain? Menjawab: Saya ikut NU. Yang menjawab ikut NU itu 57,2 persen. Ini masyaallah. Tahun 2023, data survei dari LSI itu baru 56,9 persen. Lumayan, tiga tahun naik 0,3 persen. Sekarang 57,2 persen. Ini masyaallah, 130 sampai 140 juta jiwa.


Pertanyaannya adalah: Apakah jam’iyah Nahdlatul Ulama ini memang punya kewajiban untuk ber-khidmah? Artinya memberi layanan, artinya memenuhi hajat, artinya memperhatikan dan mengurus kepentingan-kepentingan dari jamaah dari warga Nahdlatul Ulama yang jumlahnya sekarang sudah lebih dari 130 juta orang itu?


Jadi, jam’iyah NU ini, organisasi NU ini, pengurus-pengurusnya; Saya, Pak Kiai Amin Said Husni, Pak Fahmi, Pak Syamsul Bahri di Jember ini, Pak Mukhtar yang PCNU Rembang itu, dan lain-lain; Ini kita punya kewajiban untuk mengurusi warga enggak sih? Apakah mengurus warga itu, buat NU ini, wajib atau tidak? Ini pertanyaannya.


Kalau memang jam’iyah Nahdlatul Ulama ini dituntut, diharuskan untuk ber-khidmah kepada warga yang jumlahnya sekarang sudah tidak kurang dari 130 juta itu, ini dengan cara apa kita mampu ber-khidmah kepada sekian banyak warga itu? Memang mungkin tidak ada ketentuan yang jelas khidmah-nya dalam bentuk apa. Jangan-jangan asalkan kita tiap hari hadiah Fatihah saja itu sudah cukup menjadi khidmah. Jangan-jangan. Tapi kalau memang ber-khidmah secara nyata, dengan cara apa kita bisa lakukan itu?


Sekarang ini kita meresmikan 42 SPPG. Yang sudah beroperasi 17 SPPG, yang melayani sekitar 50.000 penerimaan manfaat atau santri. 17 SPPG itu melayani 50.000 santri. 1 SPPG saya dengar membutuhkan investasi sekitar berapa, Pak? Rp2 miliar, ya? Sekitar Rp2 miliar lah, naik turun. Katakan Rp2 miliar 1 SPPG, kali 17, itu berarti sudah berapa itu? Rp34 miliar. Rp34 miliar itu hanya cukup untuk memberikan layanan kepada 50.000 santri.

 

 

Padahal, bapak-ibu sekalian dan adik-adik, teman-teman kalian itu tidak cuma 50.000 ini. Kita sekarang, NU ini, punya tidak kurang dari 20.000 madrasah dan sekolah. Kita punya tidak kurang dari 30.000 pesantren di lingkungan Nahdlatul Ulama ini. Kalau kita memang ingin menyediakan layanan untuk siswa-siswa di lingkungan NU, untuk santri-santri di lingkungan NU, berapa besar yang harus diinvestasikan oleh Nahdlatul Ulama?


Kalau hanya 50.000 santri saja butuh 34 miliar rupiah investasinya. Kalau menurut catatan ada sekitar 5 juta santri yang tinggal mukim di pondok pesantren sekarang ini, tidak kurang dari 5 juta.  Jadi, kalau 50.000 (butuh) Rp34 miliar, 5 juta itu berapa kali lipatnya? Sekitar 100 kali lipat. Jadi perlu Rp3,4 triliun untuk memberikan layanan kepada 5 juta santri seluruh Indonesia. Ini Pak Jibul, Pak Syamsul Bahri, mikir, dari mana itu Rp3,4 triliun?


Walhasil, bapak-ibu sekalian, kalau NU ini ingin melakukan khidmah sendiri untuk warga, tidak mungkin kita bisa melakukan khidmah secara merata, tidak mungkin. Kemampuan PBNU yang terbatas ini, kalau sendirian, mungkin hanya bisa mencakup 1-2 persen dari keseluruhan lautan warga yang punya hajat dan membutuhkan layanan.


Maka, dari keadaan itu semua, kita menyimpulkan, Bapak Ibu, bahwa cara yang paling masuk akal bagi jam’iyah Nahdlatul Ulama untuk ber-khidmah kepada warga dan kepada masyarakat adalah dengan cara bekerja sama dengan pemerintah.


Caranya bagaimana? Pemerintah, siapa pun pemerintahnya, kapan saja, pasti punya agenda-agenda, punya program-program untuk kemaslahatan rakyat. Itu pasti. Tidak mungkin tidak. Pemerintah, di mana-mana, di semua tingkatan, siapa pun pemerintahnya, pasti punya program untuk kemaslahatan rakyat. Itu pasti. Sebab kalau tidak, paling tidak, kalau tidak punya program macam itu, tidak akan dicoblos lagi. Paling tidak kan begitu. Sehingga harus, pemerintah di mana-mana, tidak usah dituntut-tuntut, tidak usah di desak-desak, tidak usah didemo, pasti membuat program untuk kemaslahatan rakyat.


Nah, pemerintah ini melaksanakan programnya itu dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh negara yang jumlahnya, pasti kapasitasnya jauh lebih besar daripada NU. APBN kita, satu tahun, sekarang ini, sekitar lebih dari 3.600 triliun. APBN, anggaran pendapatan dan belanja negara tahun ini itu sekitar 3.600 triliun. Untuk program MBG ini—yang mau melayani, saya tidak tahu ada berapa titik yang ditargetkan, itu—ada sekitar 335 triliun disediakan di dalam APBN.


Nah, warga NU ini, anak-anak kita semua ini, dan kita semua ini rakyat Indonesia. Kita semua ini rakyat Indonesia yang berhak mendapatkan layanan program kemaslahatan yang dibuat oleh pemerintah. Kita semua ini berhak. Maka cara yang paling masuk akal—sekali lagi—untuk jam’iyah Nadlatul Ulama ber-khidmah bagi warga adalah dengan membantu pemerintah melaksanakan program-program kemaslahatan itu, sehingga betul-betul sampai dan dirasakan oleh rakyat, supaya tidak hilang di jalan programnya itu. Soalnya kadang-kadang program dari Jakarta itu sampai Bogor sudah hilang,  atau kadang-kadang sampai Bekasi tinggal 75 persen, nanti sampai Cirebon tinggal 50 persen, sampai Jember habis. Kadang-kadang begitu. Kadang-kadang.


Nah, kita bantu. Karena Nahdlatul Ulama ini punya struktur sampai ke bawah, bahkan sampai ke desa, sampai ke ranting. Kita bantu, kita gunakan struktur organisasi ini untuk membantu pemerintah membawakan maslahat-maslahat yang diprogramkan itu supaya sampai kepada warga.


Sekarang ini, misalnya, dengan program MBG ini, betul-betul, teman-teman dari Satgas Konsultasi dan Akselerasi MBG yang dibentuk PBNU ini, menjalankan sebagai khidmah betulan. Ini njenengan bisa tanya pada yang lain-lain yang mungkin mendapatkan program MBG dari saluran yang berbeda. Ya, kadang-kadang, tahu ya, kadang-kadang? Tapi, Bapak-bapak, semua bisa lihat, Ibu-ibu, bahwa teman-teman di NU ini betul-betul ber-khidmah murni. Biaya-biaya yang mereka butuhkan untuk menjalankan tugas semuanya dipenuhi oleh PBNU. Kalau cukup alhamdulillah, kalau kurang ya silakan cari tambahan sendiri. Kira-kira begitu. Beli tiket ke Jember, misalnya, untuk makan soto di jalan, itu dari PBNU ada. Kalau kurang ya pilihannya dua: mau berpuasa atau cari sendiri. Kira-kira begitu.


Tapi, alhasil, bahwa jam’iyah Nahdlatul Ulama melakukan semua ini dengan niat khidmah. Khidmah-nya membantu supaya program kemaslahatan yang dibuat oleh pemerintah ini sampai kepada rakyat, dan itu berarti juga membantu rakyat untuk sungguh-sungguh mendapatkan haknya. Karena MBG ini hanya haknya rakyat. Anak-anak ini dapat Makan Bergizi Gratis begini ini memang karena mereka berhak. Ini bukan zakat, infak, sedekah. Ini, anak-anak, ini hak kalian. Maka saya bilang tidak usah sungkan-sungkan, langsung dimakan saja karena itu hak kalian. Itu bukan sedekah, itu hak kalian. Dan bahwa pemerintah kemudian menggunakan sumber daya negara untuk memberikan hak kalian, itu merupakan wujud dari kehendak baik pemerintah di dalam mengupayakan kemaslahatan rakyat.

 

 

Nah maka, bapak-ibu sekalian dan anak-anakku yang saya cintai, mari kita syukuri semua ini. Mudah-mudahan ini menjadi berkah untuk kita semua.


Sebagaimana tadi disebut oleh Pak Kepala Badan NU ini, sebetulnya bukannya ditarget, diharapkan bisa menyumbang 1000 titik SPPG. Nah, laporannya tadi, katanya, sudah lebih dari 500 yang sudah masuk sistem. Mudah-mudahan kita bisa kejar sehingga bisa 1000 pada waktunya. Tentu saja untuk NU ini kita upayakan supaya lain dengan yang lain-lain.


Pertama-tama, saya ingin ingatkan, ini saya minta kepada para pengampu dan pelaksana operator dari SPPG ini supaya sungguh-sungguh teliti, hati-hati betul. Kenapa? Karena kesehatan anak-anak ini bukan statistik. Kesehatan anak-anak ini bukan statistik. Tidak bisa hitung-hitungan: Kalau 1000 yang sakit perut 1 itu cuma 1/1000, cuma 0,01 persen. Tidak bisa begitu. Ini bukan statistik karena orang per orang ini adalah nyawa. Orang per orang ini adalah masa depan. Maka setiap orang tanpa kecuali harus sungguh-sungguh dijaga karena setiap orang di antara mereka ini adalah masa depan kita bersama. Ini yang pertama.


Nah, khusus untuk NU karena kita ini punya koleksi primbon yang eksesif, saya minta SPPG ini nanti disuwuk, Kiai. Nanti saya mohon Kiai Muhyiddin Abdussomad ini mendoakan, memberi suwuk kepada SPPG-SPPG kita ini; setiap SPPG di lingkungan NU ini hendaknya dibekali dengan doa-doa khusus sehingga betul-betul manfaat, selamat dari madarat, apalagi mafsadat apa pun, dan kemudian juga berkah untuk anak-anak kita semua.

 

Saya ucapkan selamat kepada teman-teman dari pesantren-pesantren yang telah diresmikan SPPG-nya. Selamat kepada anak-anak yang sudah makan siang. Mudah-mudahan semuanya sehat; terus sehat, semakin sehat, semakin cerdas, dan semakin cerah masa depannya semua. Dan mari kita syukuri semua nikmat ini dengan harapan bertambahnya nikmat dari Allah subhanahu wa ta'ala.


Jadi demikian, bapak-ibu, Nahdlatul Ulama sepanjang sejarah memang bergulat sedemikian rupa dengan cobaan-cobaan yang selalu tidak pernah sepi, sehingga tidak seorang pun dari kita ini sebetulnya kaget dengan cobaan apa pun yang datang kepada kita. 100 tahun ini mungkin sudah tidak ada jenis atau bentuk cobaan yang belum pernah dialami oleh Nahdlatul Ulama ini; semuanya sudah pernah sehingga kita tidak kaget. Tapi semua itu kita tahankan, kita kuat-kuatkan karena kita semua ada di sini memang untuk ber-khidmah, untuk mengabdi, untuk berbakti kepada jam’iyah yang mubarakah ini dengan harapan bahwa kita sungguh-sungguh diakui sebagai khudamah jam’iyah ini yang kemudian juga diakui sebagai santri-santrinya Hadratussyekh Kiai Muhammad Hasyim Asy’ari. Dan mudah-mudahan kita semuanya masuk ke dalam doanya Hadratussyekh bahwa semua santri beserta anak cucunya semoga dikaruniai husnul khatimah. Allahumma amin.

 

 

Bapak Ibu yang saya hormati.

Saya kira demikian yang bisa saya sampaikan. Mari kita terus-menerus berupaya membersihkan hati kita dalam ber-khidmah ini, terus-menerus berupaya menjaga agar khidmah ini sungguh-sungguh menjadi khidmah yang bersih; bersih dari segala macam perkara-perkara yang mengganggu.


Wasiat Sayyidina Umar bin Khattab kepada putranya Sayyidina Abdullah bin Umar radhiallāhuanhuma: Idza akhlasta niyataka lillāh kafallāhu ma bainaka wa bainannās, Kalau kalian bisa membersihkan niat kalian karena Allah, Allah sendiri yang akan memberesi urusan kalian dengan sesama manusia.


Jadi, apa pun yang dihadapi, yang datang kepada Nahdlatul Ulama dari manusia kita serahkan kepada Allah supaya dibereskan oleh Gusti Allah sendiri selama kita membersihkan niat kita di hadapan Allah, karena Allah subhanahu wa ta’ala.


Terima kasih. Sekali lagi, mabruk alfu alfu mabruk.


Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq.

Wassalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh.