Polemik Megaproyek IKN, Pelibatan Partisipasi Publik Dinilai Minim
Kamis, 13 Juni 2024 | 13:00 WIB
Jakarta, NU Online
Pemerintah hingga saat ini tengah ngebut pembangunan megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN). Pembangunan IKN menjadi sorotan banyak pihak karena telah menelan biaya tak sedikit dari APBN di tengah seretnya investor. Di samping itu, keterlibatan publik juga dianggap minim sehingga IKN dinilai hanya proyek keterburu-buruan.
Pengajar Sosiologi Perkotaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tantan Hermasah menilai, pentingnya integrasi antara pembangunan fisik dengan manusia melalui partisipasi publik.
Menurutu Tantan, partisipasi publik bukan hanya tentang mendengarkan aspirasi masyarakat, tetapi juga tentang mengintegrasikan kebutuhan dan keinginan mereka ke dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek.
"Seperti ketika mereka ingin menjadi bagian dari support system pembangunan, maka harus menyediakan waktu untuk mendengar aspirasi (kemauan) mereka," kata Tantan saat dihubungi NU Online, Rabu (12/6/2024).
Dosen Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) itu juga menjelaskan, meskipun tidak semua keinginan masyarakat dapat dipenuhi, otorita IKN harus mencari solusi yang mengakomodasi sebanyak mungkin kepentingan publik.
"Otorita IKN harus mencari celah walaupun kecil, agar aspek partisipasi publik di sekitar kawasan IKN benar-benar bisa diidentifikasi dan dilaksanakan di level yang sangat praktis," katanya.
Tantang menerangkan, jika selama masa persiapan fokus pada partisipasi publik mungkin akan lebih mudah. Terutama dalam hal penyelesaian masalah seperti ketenagakerjaan dan suplai kebutuhan. Namun, Tantan menyatakan bahwa sebenarnya tantangan itu akan muncul saat IKN mulai beroperasi.
"Bagaimana sistem produksi yang terjadi di lingkungan IKN kemudian melibatkan sedikit banyak dari masyarakat sekitar secara profesional dan berkeadilan," jelasnya.
Temuan BPK soal IKN
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sejumlah permasalahan terkait pembangunan megaproyek Ibu Kota Nusantara. Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023, BPK memuat 158 hasil pemeriksaan BPK atas prioritas nasional pengembangan wilayah pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMD. Laporan ini sebagaimana dikutip dari laman resmi BPK, pada Rabu (10/6/2024).
Pertama, pembangunan infrastruktur IKN belum sepenuhnya selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 serta rencana strategis Kementerian PUPR dan Rencana Induk IKN. Selain itu, pendanaan untuk proyek ini juga belum optimal, dengan sumber pendanaan alternatif seperti Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan swasta masih belum terlaksana.
Kedua, terkait legalitas dan sertifikasi lahan. Proses sertifikasi atas beberapa area hasil pengadaan tanah masih belum rampung, persiapan pembangunan infrastruktur belum memadai. Hal ini terlihat dari persiapan lahan pembangunan infrastruktur IKN masih terkendala mekanisme pelepasan kawasan hutan, 2.085,62 hektare dari 36.150 hektare tanah masih dalam penguasaan pihak lain karena belum diterbitkannya hak pengelolaan lahan (HPL).
Ketiga, manajemen rantai pasok dan peralatan konstruksi untuk pembangunan infrastruktur tahap pertama IKN juga dinilai belum optimal, dengan kurangnya pasokan material dan peralatan konstruksi serta kendali harga pasar material.
"Di antaranya kurangnya pasokan material dan peralatan konstruksi untuk pembangunan IKN, harga pasar material batu split dan sewa kapal tongkang tidak sepenuhnya terkendali," begitu bunyi laporan BPK.
Selanjutnya, persiapan pelabuhan bongkar muat untuk melayani pembangunan IKN belum dilakukan secara menyeluruh, sementara pasokan air untuk pengolahan beton juga terkendala.
Keempat, Kementerian PUPR juga belum memiliki rancangan serah terima aset, rencana alokasi anggaran operasional, serta mekanisme pemeliharaan dan pengelolaan aset dari hasil pengelolaan aset dari hasil pembangunan infrastruktur IKN Tahap I.