Prof Quraish Shihab Tegaskan Ilmu Harus Dipadu dengan Proses Pemahaman
Rabu, 2 September 2020 | 14:30 WIB
Jakarta, NU Online
Pakar Tafsir Al-Qur’an Profesor Muhammad Quraish Shihab mengingatkan bahwa setiap orang yang berilmu tidak mesti paham terhadap ilmu yang dimilikinya.
Quraish Shihab mencontohkan anak kecil yang tahu bahwa handphone bisa digunakan untuk berbicara, tetapi ia tidak tahu bagaimana cara menggunakannya.
"Banyak yang tahu juga bahwa handphone berfungsi untuk berkomunikasi, namun tidak paham bagaimana proses komunikasi bisa terjadi (lewat handphone)," jelas pendiri Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) ini saat peluncuran Majelis Mudzakarah Masjid Istiqlal Jakarta, Rabu (2/9).
Di tengah derasnya arus informasi saat ini, masyarakat juga diingatkan untuk tidak boleh hanya sekadar tahu atau memiliki ilmu saja. Apalagi hanya melalui internet atau media sosial. Masyarakat harus memadunya dengan pemahaman, karena tanpa pemahaman, itu keliru.
“Karena ada teks, ada maqasidus syariah, dan ada kenyataan di lapangan. Tiga hal ini saling terkait,” jelas penulis Kitab Tafsir Al-Misbah ini.
Di sinilah peran ulama sebagai pewaris nabi yang harus hadir menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat. Ulama diwarisi kitab suci Al-Qur’an yang di dalamnya berfungsi untuk untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang diperselisihkan oleh umat.
“Kalau begitu, ulama sebagai pewaris Nabi harus mampu menyelesaikan problema-problema yang dihadapi oleh masyarakat. Tidak menjadi problem masyarakat,” tegas beliau.
Kata Ulama sendiri menurut Prof Quraish adalah bentuk jamak dari kata 'Alim. Namun bentuk jamak dari 'Alim itu bisa Ulama atau 'Alimu yang memiliki arti berbeda.
“Orang yang memiliki sedikit ilmu pun bisa dinamai Alim. Ilmu apapun yang di milikinya, Alim. Non-Muslim pun oleh Al-Qur’an yang mempunyai ilmu dinamai ulama,” jelas Quraish Shihab.
Dari definisi ini, ia mengajak para ulama untuk bekerjasama dan bersinergi dengan para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu baik Muslim maupun non-Muslim. In dilakukan untuk memberikan solusi bagi problem-problem yang dihadapi oleh masyarakat.
“Ulama pun bisa salah. Oleh karenanya fungsi ulama adalah mengingat. Mengingat pendapat-pendapat lama untuk kita seleksi mana yang masih sesuai dan mana yang perlu dikembangkan. Mengingat dan saling mengingatkan dan tidak memonopoli pendapat karena bisa jadi pendapat seorang itu keliru tapi pendapat bersama yang keliru itu lebih ringan dari pendapat seorang yang otoriter,” jelasnya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Fathoni Ahmad