Jakarta, NU Online

Pro-kontra soal Islam Nusantara disampaikan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, Prof Mochammad Maksum Machfoedz pada gelaran International Symposium 2021 Fakultas Islam Nusantara di Jakarta, Senin (30/8).

Disebutkan dia terdapat tiga asumsi yang kini tengah dihadapi terkait Islam Nusantara. Pertama, sikap oposisi yang cenderung menyalahkan pemahaman soal itu. Kedua, soal batasan geografis Islam Nusantara. Ketiga, pemahaman yang salah soal Islam Nusantara yang perlu diluruskan.

Karena itu, dia berharap Fakultas Islam Nusantara (FIN) Unusia sebagai perguruan tinggi Islam mampu meluruskan pemahaman Islam Nusantara yang selama ini disalahpahami oleh masyarakat luas. 

Terlebih di era kosmopolitan, yang banyak mengajarkan dialektika global sebagai modal mentransformasikan hal-hal lokal ke internasional. “Yang harus kita pegang dan luruskan sebagai perguruan tinggi pemahaman yang benar soal (Islam Nusantara) itu di era kosmopolitan,” kata Maksum.

Merujuk jurnal yang diterbitkan Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Islam Nusantara merupakan paham Islam yang substansi dan implementasinya terjadi di wilayah Nusantara dalam bentuk pertautan antara wahyu dan budaya Nusantara, yang menjadikan Islam Nusantara memiliki nuansa khas Nusantara. 

Prof Maksum Mengatakan, sejatinya Islam Nusantara merupakan tipologi umat Islam di Nusantara, yakni Islam yang menyatu dengan budaya.

“Sebagaimana yang dimandatkan oleh Ketua Umum PBNU Kiai Said Aqil Siroj, (Islam Nusantara) ini adalah tipologi (kekhususan), Islam yang seperti ini, tapi ada di mana-mana,” jelas pria kelahiran 23 Juni 1954 ini.

Bukan saja di Indonesia, ia mencontohkan, negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, bahkan Afghanistan memiliki pemahaman sejenis itu. "Islam yang sangat ramah, highly appreciatied, culture, and locality,” beber Prof Maksum. 

Kendati demikian, pro dan kontra Islam Nusantara hingga kini masih banyak ditemukan di kalangan publik. Salah satunya, pandangan bahwa Islam Nusantara menjadikan Islam dibatasi pada geografis kenusantaraan. padahal, tambah dia, Islam Nusantara merujuk pada fakta sejarah penyebaran Islam di wilayah Nusantara.

“Islam yang ada di Nusantara. That’s all,” imbuh lulusan University of the Philippines at Los Banos (UPBL) Filipina itu.

Dekan Fakultas Islam Nusantara (FIN) Unusia Jakarta, Ahmad Suaedy mengatakan, penyelenggaraan simposium internasional 2021 bertajuk Cosmopolitanism of Islam Nusantara: Spiritual Traces and Intellectual Networks on the Spice Route ini merupakan kelanjutan dari diskusi sebelumnya pada 2009 silam, sebagai salah satu ikhtiar untuk mendiskusikan Islam Nusantara dalam merespons isu-isu Islam dan Kebangsaan mutakhir serta menjawab tantangan global.

“Tantangan global yang kamı maksud adalah Andaman terhadap kemanusiaan, perdamaian, dan menguatnya sekterianisme, rasisme, dan radikalisme agama, dan ras di berbagai negara di seluruh dunia,” kata Suaedy.

“Jadi, bukan hanya di Indonesia atau Asia Tenggara, begitu juga tentang kenyataan kemiskinan dan kesenjangan yang selalu menjadi agenda kita semua,” jelasnya. 

Kontributor: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad