Roni Adi Wijaya saat menjadi salah satu peserta terbaik Indonesia Inventors di Bali (16-19/9/2023). (Dokumentasi pribadi)
Tangerang Selatan, NU Online
Sejatinya, Islam tidak terlepas dari dunia sains dan teknologi. Banyak cendekiawan Muslim di masa emas dahulu tidak saja ahli dalam bidang agama, tetapi juga muncul sebagai ilmuwan sains, seperti Jabir bin Hayyan dan Ibnu Sina.
Hal itulah yang menjadi alasan Roni Adi Wijaya, santri asal Cilacap, Jawa Tengah, memilih untuk mendalami studinya di bidang kimia. Ia menamatkan sarjana dan magisternya di Universitas Diponegoro. Studinya itu ditempuh dengan tanpa menanggalkan status kesantriannya, yakni dengan tinggal di Pondok Pesantren Ki Galang Sewu, Semarang, Jawa Tengah.
Baca Juga
Sains dalam Pandangan Ibnu Rusyd
Oleh karena itu, Roni tidak sepakat dengan sebagian orang di daerahnya yang menganggap ilmu agama penting sembari menaruh stigma terhadap orang yang mendalami bidang keilmuan umum.
"Mereka bilang gak usah sekolah umum, tapi mereka pakai mobil yang bensinnya itu dihasilkan dari orang-orang yang bersekolah di bidang petroleum yang notabene bukan bidang agama," katanya kepada NU Online di Tangerang Selatan, Banten, pada Selasa (23/4/2024).
Menurutnya, ilmu umum, dalam arti non-agama, termasuk ilmu sains perlu juga ditekuni. Umat Islam, khususnya santri, harus ada yang berperan dalam bidang sains juga, tidak hanya ilmu agama.
"Sains tanpa agama itu buta. Agama tanpa sains itu lumpuh," ujarnya mengutip pernyataan Albert Einstein.
Energi terbarukan
Roni dalam studinya di bidang kimia mendalami energi terbarukan. Menurutnya, hal ini perlu dieksplorasi lebih jauh di Indonesia, terlebih energi yang berasal dari pertambangan di ambang kehabisan.
Baca Juga
Ketika Santri Kuasai Sains dan Teknologi
"Sebagai negara tropis, Indonesia bisa memanfaatkan yang ada, seperti sinar matahari, air laut, hingga angin yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi. "Sebetulnya Indonesia bisa untuk memenuhi kebutuhan energinya dengan energi terbarukan ini tapi baru sebagian saja yang dimanfaatkan," ujarnya.
Upayanya dalam meneliti hal tersebut membawanya menjuarai berbagai kompetisi karya ilmiah di tingkat nasional hingga internasional, di Jawa, Bali, hingga ke Malaysia, Turki dan Kroasia. Bahkan, ia juga mendapatkan kesempatan langka dalam meneliti hal tersebut untuk beberapa saat di Universitas Osaka, Jepang dengan bimbingan seorang profesor di kampus tersebut.
Penelitiannya memfokuskan pada pemanfaatan air yang bisa dipecah menjadi hidrogen sebagai sebuah energi penggerak dengan memanfaatkan cahaya matahari seperti daun berfotosintesis atau ia menyebutnya sebagai ariticial photosyntesis.
"Pengembangannya di efisiensi gimana caranya agar secara industri itu bermanfaat untuk menekan ongkosnya. Mau mengembangkan katalisnya yang paling efektif yang mana," ujarnya.
Saat ini, Roni tengah mempersiapkan diri untuk menempuh studi doktoralnya. Rencananya, ia akan kembali ke Jepang dengan bimbingan profesor yang pernah memberikan arahan kepadanya di Universitas Osaka.
Menuju ke sana, ia tengah berupaya meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya dengan belajar di Pusat Pengembangan Bahasa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini ditempuhnya dengan Dana Abadi Pesantren, Beasiswa Indonesia Bangkit dari Kementerian Agama bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) selama tiga bulan.