Sejarah dan Rukun Itikaf di Masjid pada 10 Hari Terakhir Ramadhan
Selasa, 18 Maret 2025 | 06:00 WIB
Jakarta, NU Online
Ramadhan 1446 H sudah memasuki hari kedelapan belas. Menyambut 10 hari terakhir, umat Islam dianjurkan untuk menjalankan salah satu ibadah utama di bulan suci, yaitu itikaf.
Baca Juga
Waktu Ibadah Itikaf
Ustadz Alvin Nur Choironi menjelaskan bahwa itikaf secara etimologi berarti berdiam diri. Ibadah ini merupakan salah satu syariat yang sejak dulu sudah ada.
"Itikaf merupakan syar’u man qablana, yakni syariat dari umat-umat terdahulu," tulis Ustadz Alvin menukil penjelasan Al-Bujairami dalam Hasyiyah ala Syarhil Minhaj dalam artikelnya berjudul Ini Sejarah dan Waktu Kesunahan Itikaf yang dikutip pada Selasa (18/3/2025).
Sebab, lanjutnya, itikaf merupakan bagian dari syariat Nabi Ibrahim sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Baqarah ayat 125, “Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang itikaf, yang rukuk, dan yang sujud.'"
Baca Juga
Hukum Ibadah Itikaf
Anjuran sunnah beritikaf di masjid pada 10 hari terakhir Ramadhan ini karena Rasulullah saw melaksanakannya. Hal demikian sebagaimana dikisahkan Sayyidah Aisyah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, bahwa Nabi Muhammad saw beritikaf pada setiap 10 hari terakhir Ramadhan hingga wafatnya.
Oleh karena itu, Ustadz Alhafiz Kurniawan menegaskan bahwa itikaf merupakan ibadah sunnah muakkadah, sebagaimana dijelaskan As-Syarbini al-Khatib dalam kitabnya, Al-Iqna' fi Halli Alfazhi Abi Syuja.
Baca Juga
Ini Sejarah dan Waktu Kesunahan Itikaf
"Itikaf merupakan ibadah sunnah muakkadah, suatu ibadah yang dianjurkan setiap waktu, baik pada bulan Ramadhan dan di luar Ramaddhan berdasarkan ijma' ulama," tulisnya mengutip kitab di atas dalam artikelnya berjudul Hukum Ibadah Itikaf.
Rukun itikaf
Ustadz Alhafiz Kurniawan menjelaskan bahwa ada empat hal yang harus dipenuhi jika orang hendak beritikaf. Hal ini sebagaimana termaktub dalam kitab Al-Iqna' dan ia kutip dalam artikelnya berjudul Rukun-Rukun Itikaf.
Pertama, niat dalam hati sebagaimana ibadah lainnya. Bagi yang menjadikan itikaf ini sebagai nadzar, maka ia wajib menyertakan kewajiban dalam niatnya.
Kedua, berdiam/mukim. Berdiam diri di tempat itikaf ini paling tidak dilakukan selama tumakninah lebih sedikit.
"Orang yang mondar-mandir di masjid dengan durasi itikaf dan meniatkannya sebagai itikaf tergolong telah melaksanakan itikaf," tulis Ustadz Alhafiz.
Ketiga, diam diri itu dilakukan di masjid. Dalam mazhab Syafii, masjid menjadi tempat yang disyaratkan dalam ibadah itikaf. Artinya, jika itikaf pada selain masjid menurut mazhab syafi’i tidak sah, meskipun ada sebagian ulama membolehkan itikaf pada selain masjid.
Keempat, orang yang beritikaf harus muslim, berakal, dan suci dari hadats besar. Hal ini berarti, itikaf orang kafir, orang gangguan kejiwaan, dan orang yang berhadats besar tidak sah.