Sejarah Sumpah Pemuda dan Cikal Bakal Berkumandangnya Lagu Indonesia Raya
Jumat, 28 Oktober 2022 | 11:00 WIB
Jakarta, NU Online
Tanggal 28 Oktober merupakan momentum Bangsa Indonesia untuk memperingati sebuah peristiwa bersejarah, Sumpah Pemuda.
Pada tanggal 28 oktober 1928, tepat 94 tahun silam adalah hari di mana pemuda-pemudi Indonesia membacakan ikrar satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.
Melansir laman resmi Musium Sumpah Pemuda, Sumpah pemuda merupakan hasil rumusan dari Kongres Pemuda Kedua Indonesia yang digelar oleh organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Perhimpunan itu beranggotakan pelajar dari seluruh wilayah indonesia.
Kongres Pemuda Kedua dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan seperti Jong Java, Jong Sumatra, dan Jong Celebes. Kongres diselenggarakan dalam tiga sesi di tiga tempat berbeda.
Ketiga lokasi tersebut yaitu Gedung Katholieke Jongenlingen Bond, Gedung Oost-Java Bioscoop, dan Gedung Indonesische Clubhuis Kramat.
Rumusan sumpah pemuda ditulis oleh Moehammad Yamin pada selembar kertas ketika Soenario, sebagai utusan kepanduan, tengah berpidato pada sesi terakhir kongres.
Baca Juga
Sumpah Pemuda: Untuk Apa?
Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo, kemudian dilanjutkan uraian panjang oleh Moehammad Yamin.
Adapun sumpah pemuda hasil kongres kedua adalah sebagai berikut:
PERTAMA.
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA,
MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE,
TANAH INDONESIA.
KEDOEA.
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA,
MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE,
BANGSA INDONESIA.
KETIGA.
KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA,
MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN,
BAHASA INDONESIA.
Seperti diketahui, menurut Surat Edaran (SE) Kemenpora tentang Panduan Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-94 Tahun 2022, tema Hari Sumpah Pemuda 2022 adalah "Bersatu Bangun Bangsa".
Indonesia Raya berkumandang
Dalam momen Sumpah Pemuda yang bersejarah tersebut, diperdengarkan pula lagu kebangsaan Indonesia untuk pertama kalinya. Lagu tersebut merupakan ciptaan Wage Rudolf Soepratman.
Lagu Indonesia Raya kemudian dipublikasikan pertama kali pada tahun 1928 di sebuah media cetak Sin Po dengan redaksi yang yang memuat bahwa lagu tersebut adalah lagu kebangsaan.
Pada tahun 1930, pemerintah kolonial Hindia Belanda yang merasa terusik sempat melarang peredaran lagu Indonesia Raya tersebut. Namun, tingginya semangat juang bangsa Indonesia untuk merdeka, membuat para warga bangsa terus menyanyikannya.
WR Soepratman merupakan satu-satunya peserta kongres yang datang dari luar kalangan tokoh pergerakan. Ia hadir sebagai seorang seniman musik dan komponis.
Ketika kebanyakan peserta kongres didaulat maju untuk tampil bicara menyampaikan pidato menggebu-gebu, lain halnya dengan WR Soepratman. Ia memilih ‘berpidato’ dalam versinya sendiri, dengan kapasitas dirinya sebagai seniman musik, yakni melantunkan lagu Indonesia raya dengan gesekan biolanya, tepat sebelum kongres ditutup.
Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Syamsul Arifin