Jakarta, NU Online
Pemerhati Anak, Woro Srihastuti juga menyampaikan keprihatinannya atas banyaknya anak usia remaja terjerat judi online (judol). Bahkan ia menjelaskan, anak-anak yang terpapar judi online angkanya menembus 80.000 anak.
“Jadi kalau kita lihat data jumlah anak usia 10 tahun ke bawah yang terjerat atau mengakses judi online itu ada sekitar 2% dari rata-rata pengguna judi online sekitar 80 ribu orang,” jelas Woro dalam bincang daring di Youtube PPATK.
Baca Juga
Ciri Dasar Aplikasi berbasis Judi Online
Menurut Woro, fenomena ini menjadi tantangan yang harus diperangi bersama, terutama orang tua. Karena orang tua merupakan orang yang paling dekat dengan aktivitas sehari-hari anak.
Berawal dari game online
Ia mengungkapkan bahwa game online adalah salah satu pemicu anak-anak terjerat judi online. Gambarannya, kata Woro, kalau melihat anak-anak gampang terjerat pada judi online, karena ada jarak yang sangat tipis antara game online dengan judi online.
"Awalnya cuma bermain game gitu ya, kemudian kalau mau naik level harus bayar, nah sekalinya anak bermain game itu kan ada faktor kecanduannya,” jelas Woro.
Menurutnya, perilaku orang tua yang membiarkan penggunaan gadget tanpa pengawasan juga menjadi pengaruh anak memiliki keleluasaan dalam menggunakan gadget dan hal tersebut.
“Karena apakah orang tua itu punya pengaturan khusus bagi anaknya untuk menggunakan gadget bahwa seperti gunakan gadget hanya 1 atau 2 jam per hari dan itu nggak semua orang tua mempunyai perlakuan atau aturan-aturan khusus bahkan mereka membiarkan,” ujarnya.
Memicu kekerasan dan bullying
Woro menjelaskan bahwa perubahan perilaku pada anak ketika memainkan game sangat perlu diperhatikan karena memiliki dampak yang luar biasa. Game online yang menayangkan perilaku kekerasan dapat memicu anak melakukan tindakan tersebut.
“Perubahan perilaku pada anak apalagi ketika mereka bermain game tersebut ada unsur-unsur kekerasan dan sebagainya sehingga perilaku kekerasan itu sepertinya buat mereka itu hal yang biasa karena mereka bermain di situ,” tegasnya.
Woro menegaskan perilaku bullying pada anak-anak, kemudian terjadi kekerasan, tawuran dan sebagainya masih terlihat karena tanpa disadari terekam di dalam otak anak ketika bermain game secara online.
Dia menyebut fenomena ini sebagai narkoba lewat mata (narkolema) yang sedang diupayakan untuk dicegah dengan pengawalan keluarga dalam pola pengasuhan anak dan pembekalan dari satuan pendidikan.
“Jadi di satu sisi kita punya teknologi yang sangat maju yang memang mau tidak mau kita ke arah sana, tetapi satu sisi kita harus memperkuat pengasuhan anak-anak mulai dari keluarga dan penting kita memberikan pembekalan anak-anak melalui satuan pendidikan karena sepertiga waktu anak ada di sekolah,” ujar dia.