Sosiolog Unusia Ungkap Fenomena Munculnya ‘Raja-raja’ Dadakan
Rabu, 29 Januari 2020 | 04:09 WIB
Keraton Agung Sejagat yang kemunculannya sempat menghebohkan masyarakat. Kini orang yang menganggap dirinya raja dan ratu telah ditangkap Polisi. (Foto: Kompas)
Sosiolog Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Ngatawi al-Zastrouw melihat ada tiga pola kemunculan dari ‘raja-raja’ dadakan. Pertama, kemunculan ini sebagai momentum untuk melakukan kapitalisasi simbolik.
“Jadi, simbol-simbol keunikan masa lalu ini yang di-create (diciptakan) sedemikian rupa sehingga menarik orang-orang yang ingin memperoleh jawaban secara instan, jawaban ekonomi, jawaban previlage, dan sebagainya,” katanya saat ditemui NU Online di Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/1).
Imajinasi atas simbol-simbol tersebut, lanjutnya, mengkristal dalam bentuk keraton. “Akhirnya, imajinasi itu mengkristal, simbol keraton, mistisisme di-create sedemikian rupa untuk mengolektif dana,” ujarnya.
Pola kedua, jelas Zastrouw, memang ada keinginan untuk mewujudkan romantisme masa lalu. Mereka memang betul-betul memiliki ideologi dan cita-cita yang besar.
“Dia perlu mencari pegangan baru. Dia mengais menggali romantisme masa lalu itu,” kata akademisi yang menamatkan studi doktor sosiologinya di Universitas Indonesia itu.
Ia melihat pola kedua ini seperti gerakan fundamentalisme agama yang melahirkan gerakan penegakan khilafah. Pasalnya, kelompok fundamentalisme mengidealkan agama sebagai penyelesaian terhadap segala urusan, sedang kelompok ‘raja-raja’ baru itu menciptakan kerajaan sebagai jawaban atas beragam persoalan.
Adapun pola ketiga, Zastrouw menerangkan bahwa hal tersebut hanya sebagai permainan saja atau orang yang hendak mencari sensasi sebagai bentuk mencari popularitas.
Pewarta: Syakir NF