Jakarta, NU Online
Terkait Peristiwa 1965, Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid mengatakan bahwa ada pihak menyudutkan NU dan pesantren.
<>
Nusron menyatakan hal itu pada diskusi bertema Tabayyun Kebangsaan Pemberontakan PKI 1948-1965 di Mata NU/GP Ansor, di Sekretariat Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Senin, (15/10) malam. Hadir dalam diskusi tersebut bebrapa tokoh seperti Taufik Abdullah (sejarahwan), KH. Asad Ali Said (wakil ketua umum PB NU), dan KH Hasyim Muzadi (Rais Syuriyah PBNU).
Menurutnya, peristiwa tersebut haruslah dilihat dengan sudut pandang yang sesuai dengan zamannya masing-masing. Dia meminta anggota Ansor dan semua pihak agar bisa lebih arif dalam melihat peristiwa pemberontakan PKI tahun 65 silam.
"Kita harus arif melihat sejarah peristiwa 65 itu dengan sudut pandang 65, jangan sudut pandang hari ini tidak akan ketemu," tegasnya.
Nusron mengatakan, konflik yang terjadi antara NU dan PKI pada masa silam itu merupakan konflik horizontal. Seakan-akan ada persepsi peristiwa pembantaian, dimana yang satu terbantai dan pihak yang satu lagi dibantai.
"Seakan-akan PKI adalah kaum yang dizolimi dan warga NU kaum santri adalah orang yg menzolimi. Itu semua tidak betul. Oleh karena itu kita adakan acara ini sebagai upaya edukasi publik. Anak muda menjadi tahu tentang duduk perkara yg sesungguhnya," ucap Nusron.
"Kita menginginkan sejarah harus ditulis secara utuh. Kita hanya ingin menyampaikan fakta bahwa ada prolog dan epilog sebelum kejadian. Warga NU itu habitusnya (orang) yang ramah dan toleran," ucap Nusron.
Rekonsiliasi
Nusron mengungkapkan, saat ini sudah banyak dari keluarga korban PKI dan generasi keturunan mereka yang sudah membaur dengan NU. Nusron mengharapkan agar pemberitaan sejarah massa lalu yang ada disampaikan secara menyeluruh, jangan setengah-setangah karena bisa mengungkit kembali luka lama.
"Keluarga korban PKI sudah banyak yang membaur dengan kita, bahkan sebagian sudah ada yg menjadi anggota ansor. Ngaji di masjid masuk pesantren, hidup bersama. Tapi kemudian luka itu muncul lagi karena terungkit dengan adanya buku-buku, film yang ditampilkan secara parsial tidak holistik, hanya sepotong-sepotong," ujar Nusron.
Redaktur: Hamzah Sahal