Oleh Ahmad Saifuddin
--Pemuda memiliki urgensitas yang tinggi dalam sejarah Indonesia. Setiap gerakan melawan kolonialisme, pemuda selalu ambil bagian. Sampai pada puncaknya, pemuda Nusantara bersatu dan mengikrarkan sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang berisikan tiga sendi, menjunjung tinggi tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, dan dan bahasa Indonesia.<>
Tiga sendi itu yang kemudian melenyapkan sisi-sisi fanatisme golongan sehingga muncul kekuatan nasionalisme dan akhirnya mampu menjadi bahan bakar penggerak gerakan-gerakan melawan kolonialisme menuju gerbang kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Tidak hanya sampai di situ saja. Gerakan pemuda masih saja berlanjut untuk menjunjung tinggi martabat Indonesia dalam pergerakan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya adalah perlawan arek-arek Surabaya yang menjadi peperangan terbesar mempertahankan kemerdekaan Indonesia sehingga hari itu dinobatkan menjadi Hari Pahlawan (10 November).
Bahkan, hampir di setiap fase pemerintah Indonesia, gerakan pemuda senantiasa menjadi balancer (penyeimbang) dengan menghadirkan sejumlah kritik terhadap pemerintah sehingga negara ini masih “sedikit” terselamatkan dari berbagai krisis di tingkat pemerintah.
Pemuda yang Terjajah
Meskipun kolonialisme bangsa asing berupa penjajahan ekspansi wilayah berakhir, namun penjajahan dalam bentuk lain justru semakin gencar terjadi. Kondisi yang kontras bisa dilihat antara pemuda era dahulu dengan era sekarang. Sekarang, tidak sedikit pemuda yang terkontaminasi virus kriminalitas dan penurunan moral. Tidak sedikit pemuda yang terlibat pergaulan bebas, narkoba, tindak kriminal, pembunuhan, perkelahian, dan sebagainya.
Banyak pemuda di era sekarang yang menjadi pemuja hedonisme, yang menyebabkannya menghabiskan waktu untuk kesenangan semu tanpa arah. Banyak pemuda yang egois dengan prinsip kebebasan dalam hidup sehingga merugikan orang lain. Pada akhirnya, banyak pemuda yang kehilangan masa depannya yang cerah dan hanya menjalani kehidupan seperti air yang mengalir ke bawah.
Di sisi lain, pemuda juga tercemar virus separatis dan radikalis. Tidak sedikit pemuda yang menjadi teroris, ikut serta dalam gerakan radikalis yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak hanya dibangun oleh founding fathers yang nasionalis, tetapi juga agamis. Melihat realita tersebut, jelas sangat memprihatinkan karena pemuda merupakan tulang punggung negara. Perlu adanya reorientasi pemuda agar pemuda kembali menemukan jati irinya.
Reorientasi Pemuda untuk Sebuah Ge(b)rakan
Perlu adanya gerakan reorientasi pemuda agar pemuda kembali menemukan jati dirinya. Meskipun banyak pemuda yang mengalami permasalahan kompleks, masih banyak pemuda yang memiliki spirit perubahan. Selain itu, penghayatan kembali atas sejarah kepemudaan sangat diperlukan agar nilai perjuangan dan nasionalisme serta semangat perubahan mampu tertanam kembali. Berbagai hal bisa dilakukan dalam rangka reorientasi pemuda tersebut.
Pertama, pemahaman psikologis dan pola pikir fase pemuda sangat penting. Dengan hal ini, pemuda akan mampu memahami karakteristik dirinya sendiri sehingga mampu melakukan self healing yang selanjutnya pemuda akan berperan dalam penyelesaian permasalahan yang menghinggapi bangsa dan negara.
Kedua, dalam dunia akademis, semangat menuntut ilmu harus diimbangi dengan semangat menginternalisasikan nilai dan moral. Sehingga, tidak hanya mengejar kuantitas dan kualitas ilmu, tetapi juga mengejar kuantitas dan kualitas akhlak dan moral. Terciptanya akademisi muda yang berintelektual dan bermoral. Mampu membangun peradaban dengan ilmu dan budaya luhur. Mampu menciptakan masyarakat cerdas dan berintelektual serta berbudi luhur.
Ketiga, menciptakan pemuda yang terampil, kreatif, dan inovatif menjadi hal penting di era modern sekarang. Seain itu, daya lenting yang tinggi harus dimiliki pemuda untuk menjadi pemuda yang tangguh dalam segala tantangan. Agar tetap senantiasa menjadi bagian negara yang maju dan kebal terhadap segala hambatan yang ada.
Keempat, penghayatan tentang konsep nasionalisme, cinta tanah air, dan demokrasi yang berlandaskan pada agama menjadi penting bagi pemuda, kaitannya sebagai upaya preventif agar pemuda tidak mudah menjadi target gerakan separatis dan radikalis. Hal ini perlu digencarkan karena gerakan radikalis dan separatis memilih pemuda yang secara psikologis mudah dipengaruhi dan secara pengetahuan belum terlalu mumpuni.
Kelima, menciptakan pemuda yang peka terhadap kondisi sosial menjadi penting juga agar pemuda tidak mudah terkontaminasi oleh permasalahan sosial. Namun, justru menjadi agen perubahan. Prinsip hidup harus membawa manfaat dan maslahat perlu diinternalisasikan agar pemuda menyadari akan perannya.
Keenam, penghayatan terhadap kisah faktual tokoh sebagai role model perlu ditanamkan dalam diri pemuda. Bagaimana menjadi pribadi yang kuat akan godaan termasuk godaan zina seperti Yusuf muda. Bagaimana menjadi pribadi yang cerdas memperjalankan spiritualitas dan logikanya untuk mencari kebenaran hakiki seperti Ibrahim muda. Bagaimana menjadi pribadi yang taat dan patuh kepada orang tua seperti Ismail muda. Bagaimana menjadi pribadi yang berakhlak mulia, jujur, dan amanah seperti Muhammad muda. Bagaimana menjadi pribadi yang selalu haus dalam menuntut ilmu seperti Muhammad ibn Idris asy-Syafi’i muda. Bagaimana menjadi pribadi yang berani melindungi kebenaran layaknya ‘Ali ibn Abu Thalib muda yang menggantikan Nabi Muhammad SAW tidur di tempat tidurnya ketika dikepung kafir Quraisy sehingga nyawa ‘Ali ibn Abu Thalib menjadi taruhannya. Spirit kisah-kisah ini perlu dibangkitkan kembali di saat pemuda banyak terbius oleh cerita konyol akan cinta dan gaya hidupnya yang hedonis, pemuja kesenangan, kebebasan tanpa batas, dan kebrutalan.
Gerak dan Gebrak untuk Perubahan
Semangat sumpah pemuda ke-86 yang juga berdekatan dengan Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram 1436 Hijriyah, diharapkan mampu menjadi titik kelanjutan estafet gerakan pemuda sebelumnya. Terlebih lagi, pemuda era sekarang sudah banyak mengalami berbagai permasalahan kompleks. Di sisi lain, peran pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara masih tetap dibutuhkan.
Semangat hijrah (berubah menuju perbaikan) hendaknya selalu menjadi jiwa dalam diri pemuda. Hijrah sangat penting, terutama dalam kehidupan ini perubahan adalah keniscayaan. Hijrah yang berarti berpindah dari suatu tempat menuju ke tempat lain dapat dimaknai secara kontekstual dengan perpindahan menuju hal yang lebih baik. Layaknya hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah al Mukarramah menuju Yatsrib (Madinah al Munawwarah), agar dakwah dan Islam lebih berkembang. Terlebih lagi, prinsip beruntung dalam Islam adalah jika hari ini lebih baik daripada hari kemarin dan hari esok lebih baik daripada hari ini. Dengan kata lain, modifikasi perilaku dan modifikasi lingkungan sangat diperlukan bagi pemuda sebagai teknik dan bekal membuat perubahan.
Tidak hanya bergerak, tetapi juga menggebrak. Hijrah dan bergerak untuk menuju perbaikan, menggebrak untuk melawan tantangan dan hambatan. Pemuda masa kini, pemimpin masa depan. Jayalah pemuda, jayalah Indonesia!
Ahmad Saifuddin, S.Psi., mahasiswa Magister Psikologi Profesi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Wakil Sekretaris Bidang Teknologi Informasi Komunikasi dan Jaringan Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Propinsi Jawa Tengah, Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Klaten, dan Sekretaris Lembaga Kajian Pemikiran Islam Darul Afkar Klaten.
Ilustrasi: Perjuangan pemuda di Surabaya 1945 dalam cover buku "Laskar Ulama Santri dan Resolusi Jihad"