Opini

Hoaks Bencana yang Mengintip Saat Musibah Berlangsung

Kamis, 24 Januari 2019 | 17:55 WIB

Ahmad Rozali

Pepatah lama 'sudah jatuh tertimpa tangga' sedang dialami oleh korban banjir di Sulawesi Selatan. Pada hari ketiga pascabanjir, saat mereka sedang berupaya menenangkan diri dari keterpurukannya akibat bencana banjir, mereka dikagetkan kabar palsu tentang akan adanya banjir susulan.

Tentu saja, kabar hoaks ini sangat meresahkan dan membuat panik mereka yang baru saja selamat dari banjir yang menenggelamkan sejumlah kawasan di Sulsel. Ani, seorang teman di loasi mengatakan, kabar tersebut membuat warga ketakutan dan berhamburan. "Warga masih panik karena tadi sore ada berita hoaks air akan meluap lagi. Jadi banyak kecelakaan di jalan karena lalu lintas padat," kata Ani, Kamis (24/1). 

Informasi hoaks semacam ini pasti sangat meresahkan. Saya bisa membayangkan betapa mengerikannya hoaks tentang bencana yang disebarkan di kawasan yang baru saja tertimpa bencana. Kejadian seperti ini pernah saya alami sendiri di pada tahun 2006 silam di Yogyakarta saat Kota Pudak ini baru saja dilanda gempa dengan kekuatan 5.9 skala richter. Beberapa jam setelah gempa berlangsung, tiba-tiba warga dikagetkan kembali dengan kabar hoaks akan adanya tsunami. Warga yang sedang kelelahan dan tidak terpikirkan untuk mengonfirmasi kabar tersebut seketika berlarian ke segala arah mencari tempat aman. 

Rekaman wajah-wajah warga berlarian ketakutan masih sangat jelas teringat. Kala itu, persimpangan jalan seperti di kampus UIN Yogyakarta menjadi tempat tubrukan sejumlah kendaraan. Jalan solo sepanjang kampus UIN, Gramedia hingga pertigaan jembatan layang Janti dipenuhi orang yang berlarian mencari perlindungan. Sangat mengerikan.

Jika diperhatikan dengan seksama saat bencana sedang berlansung, kerap kali hoaks mengenai bencana serupa bermunculan. Hoaks banjir juga beredar di Bogor beberapa waktu lalu. Hoaks itu menunggangi maraknya informasi di berbagai media mengenai banjir di Sulsel. Hoaks jenis misleading ini berupa unggahan suara Walikota Bogor Bima Arya yang mengingatkan agar warga Bogor dan Jakarta mewaspadai tingginya debit air di bendungan Katulampa yang berpotensi menjadi banjir.

Padahal informasi ini merupakan rekaman tahun 2018 lalu ketika ketinggian air di bendungan Katulampa mencapai 240 sentimeter dengan status siaga satu. 

Jika merujuk pada data yang dikeluarkan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), hoaks mengenai bencana alam, merupakan salah satu dari 11 kategori hoaks yang kerap disebarkan melalui media sosial. Jenis hoaks lain yang kerap disebarkan adalah hoaks jenis politik, agama dan kesehatan. Berdasarkan data yang sama, jumlah hoaks yang menyebar di masyarakat setiap hari mencapai kurang lebih tiga buah. Dikabarkan angka hoaks terus bertambah setiap tahun sejak tahun 2014 silam.

Berita hoaks pada dasarnya memiliki ciri khas yang bisa diidentifikasi secara kasat mata. Akan tetapi tanpa berpikir kritis, berita hoaks kerap lolos dari identifikasi pengguna media sosial atau chattinng platform. Untuk memudahkan, terdapat beberapa ciri khas berita hoaks yang umum bisa ditemukan, antara lain; 1. Diawali kata-kata sugestif dan heboh, 2. Kerap mencatut nama tokoh-tokoh atau lembaga terkenal, 3. Terdengar tidak masuk akal, sehingga kerap disertai dengan hasil penelitian palsu, 4. Biasanya hanya beredar melalui pesan-pesan singkat atau situs-situs yang tidak jelas kepemilikannya, tidak muncul di media-media arus utama, 5. Biasanya menggunakan huruf kapital dan tanda seru. 

Konten demikian dapat diantisipasi dengan dua cara sederhana; memeriksa kredibilitas website yang memuat konten tersebut dan Melakukan cross check pada platform terpercaya.

Redaktur NU Online


Terkait