Opini

Ulama Dokumentator itu Meninggalkan Kita

Sabtu, 15 April 2017 | 09:30 WIB

KH Aziz Masyhuri ngobrol dengan sejumlah anak muda NU ketika pada 2013 lalu berkunjung ke Pojok Gus Dur yang terletak di Lantai I Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta. Sambil duduk santai ia mengutakan niatnya menerbitkan buku tentang sejarah dan profik tarekat-tarekat mu’tabarah.

Penampilannya cukup sederhana. Dengan mengenakan peci hitam dan kemeja putih, pengasuh Pondok Pesantren Al-Aziziyah Denanyar memberi motivasi tentang pentingnya orang NU, terutama anak mudanya, mendokumentasikan sejarahnya sendiri.

Sejarah dan profil tarekat-tarekat mu’tabarah yang ia tulis juga termasuk karya langka. Nyaris tidak ada buku yang menjelaskan secara khusus dan utuh tentang itu. Buku inilah yang kemudian terbit dengan judul “Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf”.

Ia tampak tak puas karena hanya berhasil menulis 22 aliran tarekat. Namun ia berkomitmen akan terus menelusuri data-data lain untuk melengkapi tulisan tersebut. Usianya yang bertambah boleh menurunkan kondisi fisiknya, tapi tidak akan memadamkan semangatnya dalam berkarya. Motivasinya sederhana, ia ingin meninggalkan “warisan”.

Kiai Aziz merupakan sebagian kecil dari kiai NU yang sangat produktif menghasilkan karya tulis. Antropolog asal Belanda, Martin van Bruinessen menyebutnya sebagai “sang kiai ahli dokumentasi”.

Ia tekun mengoleksi dokumen-dokumen peristiwa penting NU seperti Muktamar, Munas Alim Ulama, Musyawarah Besar Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyah (Jatman), atau forum-forum lainnya. Arsip berita seputar ulama, NU, dan pesantren yang terekam media massa juga rajin ia kumpulkan. Tak hanya dari arsip-arsip mati, perburuan informasi bahkan ia gali dari wawancara para saksi hidup. Dokumen-dokumen itulah yang menjadi sumber data dari ratusan karya tulisnya.

Lebih dari 200 karya buku, baik berupa tulisan sendiri, ikhtishar (ringkasan), atau terjemahan. Buku-buku tersebut sebagian ditulis dalam bahasa Indonesia, sebagian lain dalam bahasa Arab. Beberapa karyanya antara lain, “Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf”, “99 Kiai Kharismatik Indonesia dan 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara”, terjemah kitab 5karya KH Muhammad Faqih Maskumambang, dan lain sebagainya.

Yang unik, seluruh karyanya melalui proses tulis tangan sendiri, bukan mesin ketik atau komputer. Ia mengaku menikmati gaya menulisnya ini. Seluruhnya tersusun rapi lembar demi lembar. Hingga dalam proses kreatifnya itu selesai, ia akan meminta santrinya untuk mengetik ulang menjadi file digital dan bisa dicetak menjadi buku.

Hari ini, Sabtu 15 April 2017, Kiai Aziz Masyhuri mengembuskan napas terakhir di kediamanya, kompleks Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aziziyah Denanyar, Jombang, Jawa Timur, pada usia 75 tahun. Nahdliyin dan umat Islam berduka atas kepulangannya ke Hadirat Ilahi. Beruntunglah Kiai Aziz telah meninggalkan karya, warisan yang tak hanya dinikmati anak cucunya tapi juga warga NU dan bangsa Indonesia secara umum. (Mahbib)


Terkait