Siswi Madrasah Aliyah Ini Ceramahi Teman-temanya, Jangan Buru-buru Nikah!
Rabu, 28 Oktober 2015 | 10:41 WIB
Nurleli siswa Madrasah Aliyah (MA) As'adiyah Puteri Sulawesi Selatan berkeliling ke beberapa sekolah. Ia memberikan penjelasan mengenai keluarga berencana (KB). Ia memberikan pemahaman kepada para orang tua agar jangan buru-buru menikahkan anaknya yang masih berusia sekolah. Ia mengingatkan bahwa teman-temanya berhak memperoleh pendidikan yang memadai sebelum masuk ke jenjang pernikahan.<>
“Alhamdulillah saya punya kelebihan bisa tampil di hadapan orang banyak dan memberikan materi-materi,” kata Nurleli yang kini duduk di kelas XII jurusan IPA di Madrasah Aliyah As'adiyah Puteri Sulawesi Selatan.
Berbeda dengan anak-anak seusianya, Nurleli tidak mempunyai beban psikologis untuk tampil di hadapan banyak orang. Anak perempuan umumnya lebih pemalu jika berbicara di depan umum. Namun Leli sangat percaya diri. Ia tahu betul kelebihannya dan ia mamfaatkan untuk membantu orang lain.
Nurleli menjadi penyuluh sejak duduk di kelas 1 MA. Ia tergabung dalam Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R). Ia tidak hanya memberikan penyuluhan di sekolahnya, tetapi juga ke beberapa sekolah di kabupaten Wajo Sulawesi Selatan.
Ia juga pernah dua kali menjadi juara penyuluh. Ia terpilih sebagai pemenang juara 1 dalam event Bulan Bahasa yang diselenggarakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Ia juga menjadi juara 1 dalam lomba penyuluhan yang diselenggarakan oleh PIK-R.
“Alhamdulillah saya bangga bangga bisa menjadi juara. Apalagi banyak dari peserta lomba penyuluhan yang alumni SMP yang sekolah umum. Mereka sering tampil, kita jarang tampil, tapi bisa menang,” katanya senang.
Bagi Nurleli, memberikan penyuluhan adalah bagian dari aktivitas dakwah. Memberikan informasi dan pengetahuan yang penting yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah tugas dakwah yang diemban oleh generasi Muslim dan Muslimah.
Putri kelahiran Pasaru 14 Juni 1997 ini bercerita, sebagian masyarakat di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan ingin menikahkan anak-anak mereka pada usia sangat muda. Para orang tua takut kalau anak mereka jatuh dalam pergaulan bebas. Namun, menurut Leli, menikahkan anak di usia muda apalagi masih usia sekolah bukanlah solusi terbaik dan bahkan bisa menimbulkan masalah di kemudian hari.
Pernikahan yang dilakukan di usia yang terlalu muda tidak tertalu bagus bagi masa depan pasangan pengantin itu sendiri, serta masa depan anak-anak dan keturunan mereka. Mereka yang akan menikah semestinya harus sudah menjalani tahapan pendidikan yang memadai, telah makan “asam-garam” kehidupan yang cukup. Anak-anak muda juga perlu diberi kesempatan untuk berkarir dan berkarya. Intinya pernikahan harus didahului dengan planning atau perencanaan yang matang.
“Kita memberikan pencerahan. Berikanlah kesempatan anak untuk belajar. Berikanlah kesematan anak untuk sukses,” kata Leli, panggian akrab Nurleli.
Masih tentang pernikahan, banyak juga keluarga Wajo Sulawesi Selatan yang belum menjalankan program Keluarga Berencana (KB). Banyak diantara keluarga miskin yang jumlah anak mereka banyak sekali, sehingga mereka kesulitan memenuhi beban hidup dan merencanakan masa depan anak-anak mereka.
“Banyak keluarga di sini yang jumlah anaknya sampai 10 orang. Akhirnya secara ekonomi mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup karena beban tanggungan yang besar. Pendidikan anak-anak mereka juga tidak terlalu diperhatikan,” kata Leli.
Materi-materi yang dibawakan Nurleli pada saat memberikan penyuluhan tentunya bukan pelajaran-pelajaran yang diperolehnya di bangku sekolah. Sebagian besar materi penyuluhan adalah materi tingkat anjutan untuk orang-orang dewasa, mungkin juga untuk para mahasiswa. Ia belajar banyak materi dari kakak-kakak kelasnya yang lebih dulu aktif di Pusat Informasi dan Konseling Remaja.
“Saya mendengar langsung dari penyuluh senior pada saat memberikan penyuluhan. Materi juga saya peroleh dari acara pengkaderan, kemudian saya kembangkan diri,” katanya.
Leli juga Ia cukup aktif membaca buku-buku dan panduan materi-materi untuk keperluan penyuluhan. Ia juga memanfatkan media internet untuk menambah banyak pengetahuan yang ia butuhkan untuk keperluan penyuluhan. Di Madrasah Aliyah As'adiyah Puteri Sulawesi Selatan para siswa mendapatkan kesempatan untuk menggunakan jaringan internet dan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Leli untuk menambah wawasan.
Dari internet antara lain, ia mendapatkan materi penyuluhan tentang delapan fungsi keluarga. Menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) fungsi keluarga dibagi menjadi delapan. Pertama, fungsi keagamaan, yaitu dengan memperkenalkan dan mengajak anak dan anggotakeluarga yang lain dalam kehidupan beragama. Kedua, fungsi sosial budaya, dilakukan dengan penanaman norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Ketiga, fungsi cinta kasih, diberikan dalam bentuk memberikan kasih sayang dan rasa aman, serta memberikan perhatian diantara anggota keluarga. Keempat, fungsi melindungi, bertujuan untuk melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik. Kelima, fungsi reproduksi, yakni untuk meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak.
Keenam, fungsi sosialisasi dan pendidikan, yakni mendidik dan mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. Ketujuh, fungsi ekonomi, yang dilakukan dengan cara mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan, dan menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimasa datang. Kedelapan, fungsi pembinaan lingkungan, adalah menciptakan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan masyarakat sekitar dan alam.
“Saya searchiing internet. Materi-materi yang saya dapatkan, saya kembangkan sendri. Saya menambah kata-kata motivasi dan humor agar pndengar tidak bosan,” kata Nurleli.
Yang lebih penting dari pengusaan materi adalah kemampuan menyampaikan materi di muka umum atau di depan banyak orang. Leli mengasah kemampuan publik speaking sedikit demi sedikit.
Meski ia sudah sangat percaya diri menampaikan materi penyuluhan di depan banyak orang, namun sesekali waktu sebenarnya ia mersa canggung dan grogi. Namun Leli bisa mengatasi semua perasaan canggung dan grogi itu.
Bagaimana cara Leli menghilangkan perasaan malu atau grogi tambil di depan orang banyak? “Anggap saja kita sedang berhadapan dengan banyak orang yang sangat butuh materi yang kita sampaikan, karena mereka tidak tahu. Sementara apa yang akan kita sampaikan penting buat mereka,” katanya.
Jadi segala perasaan malu, canggung, dan grogi bisa dia atasi dengan cara menanamkan keyakinan diri bahwa apa yang akan ia sampaikan itu diperlukan oleh orang lain. Demi untuk membantu orang lain, maka ia harus tampil bersemangat dan penuh percaya diri. (A. Khoirul Anam)
Foto: Nurleli sedang memberikan penyuluhan di dalam masjid