Dari Pawon
tiap dzikir
asap
yang kepul dari
dalam
lubang napas
ilahi
tanda aku ada
Kariadi,
Dzulqo’dah 1435
Malam di Muria
di kota,
manik-manik
lampion
berjajar rapi,
menari mencari
sepi. di sini,
jangkrik
berkrik berteman sunyi
do’a-do’a. di
daun dan dingin
aku menyapa
diri.
Rifa Map,
Jumadil Akhir 1439
Demak, Aku Rindu
aku pandangi segala kenangan yang engkau jadikan petir di pintu rumahmu. menyambar segala lamun dan diam mulutku.
aku tatap tajam setiap langkah rindu yang masih
melekat di alun-alun kasih sayangmu. tiap meter galau memancar 99 namamu.
aku merekam apa yang pernah engkau katakan di
atap masjid cintamu. begitu tingginya cinta yang mencahayai bumi kangenku.
Demak, aku rindu
tetes air seasin keringat perjuanganmu
Demak, aku rindu
sambaran petir yang menggetarkan
atap-atap jiwaku
Demak, aku rindu
Alun-alun Demak, Rajab 1438
Burung-Burung Pecinta
: Abah Budi Hardjono
selepas embun yang bersahaja bertamu di daun
kelor depan rumahmu. burung-burung yang menyandarkan lelahnya di sekeliling
kamarmu, mulai mengepakkan rindunya dengan sayap hasrat dan angin candu di pagi
itu. kemudian, nyanyian mulai terdengar dari lingkaran cinta rumahmu menjadi
partitur ayat yang tinggi rendahnya rindu tergantung sabda pada setiap hisapan
kretek yang merupa asap rasa.
burung-burung menyanyi sembari mencari sebiji
padi pada segenap cinta yang engkau tebar di halaman rumah. satu burung
berjalan perlahan sebagaimana model diatas catwalk dan para fotografer girang
kepalang sayang memendarkan cahaya kenangan. setia biji yang dipilihnya adalah
nafkah kebudayaan yang diberikannya pada anak-anaknya di sangkar pojok atas
timur: kalkulator, komputer dan aplikasi modern tak akan mampu menghitungnya.
sebab kasih sayang dilahirkan bukan dari mekanisme mesin yang tidak paham
nuansa. anak-anak burung setia menanti cinta yang diambilkan orang tuanya dari
tangan kemesraanmu.
burung lainnya memilih mencengkramai
telur-telurnya dengan bulu kasih sayang. sementara hari ini kasih sayang di
bulu induk burung-burung mulai dijelmakan menjadi shuttlecock yang
ditangkis, dilemparkan kemudian dihancurkan oleh kepentingan negeri bintang
emas lima yang di belakangnya merah nyala. tapi di rumahmu, abah, burung-burung
itu engkau asuh sebagaimana kami yang tiap hari engkau kunjungi dan kami
mengunjungimu dengan genggaman cinta. bulu kasih sayangnya engkau rawat. bahkan
jika adayang rontok engkau simpan dan letakkan di antara halaman kitab suci.
burung-burung pecinta yang saban pagi
menyanyikan nama-nama rindu. engkau sapa dengan nyanyian cintamu. suluk kecapi
kang ujang, dawaian gitar gus saiq dan ribuan lantunan ayat yang mendesir.
kemudian bergetarlah seluruh molekul rumah cintamu. burung-burung itu seperti
mengerti betul bahwa hidup hanyalah pengabdian pada cinta. burung-burung itu menari
mengitari rumahmu, mengitari jiwamu, mengitarimu. sebagaimana engkau menari
mengelilingi lingkaran nusantara dengan hangatnya bulu rindu.
Rumah
Cinta, Semarang-Jl. Palagan Tentara Pelajar, Sleman, Rajab 1438
Balkon Zaman
balkon runtuh
digoyang gempa
gempa luntur
dimakan zaman
zamannya
mencipta semen dan bata
batanya disusun
berundak-undak
semennya
menempel di undakan gedung
gedungnya
bingung, balkonnya gendheng
Gambang Syafaat, Jumadil Awwal 1439
Sangkan Paraning Dumadi
:M
lahirmu merupa rindu
kami kembali kepada
rindu
yang belum tentu
lahirmu pastilah rindu
kami tak pasti menjadi
rindu
kecuali mati saat
rindu
datang
Jagalan 62, 12 Rabiul Awwal 1438
Lahirlah
yang dilahirkan dari
semen
akan hidup kering
kerontang
yang dilahirkan dari uang
akan tanda tangan
kepentingan
yang lahir dari
kebiadaban
akan dilindas ababil
kebenaran
maka lahirlah sebagai air
yang menyejukkan.
lahirlah
sebagai tanah yang
memendam
segala kesia-siaan.
lahirlah
engkau bagai api yang
hangat
di gigilnya kemanusiaan.
lahirlah
menjadi udara, agar jiwa
tidak sesak
lahirlah sebagai dirimu
sendiri
Jl. Palagan Tentara
Pelajar, Rabi’ul Akhir 1438
Khusyu’
ketika engkau sholat,
Tuhan
tidak mengetahui
Gubuk
Jetak, Rabi’ul Awwal 1437/ 31 Desember 2015
H 2433
FJ
kepada
Tuhan yang tak pernah tidur menurunkan kasih sayangNya
ada yang berputar saat
jantung berdebar dan getar
damar-damar berpijar
sambut tuan
pada perlintasan petang,
seteguk gusar
memecah jalan. siapakah
dia Tuhan?
pemecah keheningan. tepat
ketika mata melayang
mencari trotoar di
persimpangan
duh, lail yang
mana ini
datang di siang yang
terik pecah
membakar risau yang buta,
tentang kabar
burung bangau. lupa pada
alamat pulangnya
siapakah dia Tuhan?
datang tepat saat cahaya
redup di siang bolong.
siapakah dia Tuhan?
silau di tubuhku, saat
hati terkatup oleh teriakan
mesin-mesin, sepanjang
jalan kenangan
jangan-jangan itu Kau,
yang datang
sebagai gelap, lalu
terang
benderang lalu senyap
senyap lalu cahya
Tuhan, kenapa huruf dan
angka itu, datang
lalu pergi, tanpa
basa-basi lenyap
meninggalkan alamat tak
genap
untuk disemai sebagai
riwayat
Demak-Semarang,
1434-1435
Penulis adalah CEO
Rifa Map. Penulis puisi, cerpen dan esai. Seorang nahdliyin grassroot, pernah
aktif di IPNU PK. TBS Kudus. Beralamatkan di Jetak, Wedung, Demak.