Judul: Fiqh Ziaroh (terjemah Mafahim Yajibu an Tushahhah)
Penulis: Dr. Sayyid Muhammad ibn Alwi Al-Maliki Al-Hasani
Penerjemah: Ibnu Ayyub Nu’man HM
Tahun Terbit: Juni 2011
Penerbit: LTN- NU Jombang, JIIC dan Ash- Shofa Press
Jumlah halaman: xvi +146
Peresensi: Yusuf Suharto
Buku ini adalah serial keempat dari terjemah dari Mafahim Yajibu an Tushahhah karya besar Prof Dr Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki al- Hasani. Edisi terjemah secara berurutan berdasar kitab aslinya yang berbahasa Arab adalah Kafirnya Tuduhan Kafir, Fiqh Tawassul, Fiqh Barakah, dan Fiqh Ziarah.
<>
Serial buku terjemah ini adalah karya kelima yang telah diterbitkan oleh LTN-NU Jombang setelah Landasan Amaliyah NU, Doktrin Aswaja, Buku Pendamping Aswaja untuk Siswa, dan Muslim Marhamah.
Keistimewaan buku Mafahim Yajibu an Tushahhah ini adalah karena disusun seorang ulama dari keturunan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaih wasallam yang hidup di tengah-tengah dominasi masyarakat dan ulama sunni salafy wahhabi. Sayyid Muhammad yang banyak memiliki murid dari Indonesia ini dikenal sebagai ulama sunni moderat dan berhati-hati melabelkan kesesatan bagi paham di luar golongannya. Dengan kejujuran ilmiahnya beliau banyak mengutip pendapat ulama yang dijadikan panutan pemimpin Wahhabi. Demikian paling tidak dapat kita simpulkan dalam dua bukunya, Mafahim Yajibu an Tushahhah dan Huwallah.
Dalam buku ini Sayyid Muhammad mencoba meluruskan doktrin-doktrin sunni mainstream yang dinilai salah atau bid’ah oleh Wahhabi dengan sumber- sumber dalil dari ulama panutan mereka sendiri, yaitu terutama Syaikh Ibnu Taymiyyah, Syaikh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dan Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab.
Untuk keberanian intelektualnya ini, pakar hadis ini dikucilkan bahkan dianggap sesat. Karenanya iakemudian tidak lagi dibolehkan mengajar di Masjidil Haram, kitab-kitabnya dilarang, dan juga kedudukannya sebagai guru besar di Universitas Ummul Qura pun dicabut.
Serial buku dengan judul Fiqh Ziarah yang diterjemahkan oleh Ibnu Ayyub, salah seorang pengajar di Pesantren Lirboyo Kediri ini terdiri dari lima puluh fasal atau sub bahasan. Antara lain mengkaji tentang kehidupan barzakh adalah kehidupan yang nyata, arti kehidupan barzakh, kekalnya jasad Nabi, suara salam dan adzan yang terdengar dari kuburan Nabi dan dukungan Ibn Taymiah terhadap kenyataan tersebut, karamah di alam barzakh bagi selain Nabi, kesunnahan ziarah Nabi menurut pengikut Imam Ahmad ibn Hanbal, pernyataan para ulama salaf tentang disyari’atkan ziarah, pendapat Ibnu Qayyim dan Ibnu Taymiyyah, Perhatian al-Qur’an terhadap peninggalan para nabi dan orang shalih, pelestarian Khulafa Rasyidin terhadap peninggalan nabi, dan sebagainya.
Edisi terjemah yang mengkaji tentang ziarah dan hal terkait ini seolah ingin menegaskan bahwa antara sunni mainstream (sunni mayoritas yang berpijak dalam kerangka pikir akidah Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi) dengan sunni Wahhabi (para pengikut Syaikh Ibn taymiah dan Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab,walaupun masyarakat yang biasa menyebut dirinya sebagai ‘salafi’ ini tidak menyukai julukan Wahhabi ini) memiliki sejumlah kesamaan doktrin, terutama ketika merujuk pada pendapat para ulama rujukannya yaitu Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Qayyim, bahkan juga Muhammad Ibn Abdil Wahhab sebagai ulama yang namanya dinisbatkan menjadi paham atau golongan Wahhabi ini.
Buku yang dimaksudkan sebagai landasan etika berziarah ini memuat sekian dalil dari Al-quran dan hadis yang membuktikan kesunnahan ziarah nabi dan juga orang-orang shalih. Ditegaskan oleh Sayyid Muhammad bahwa hadis-hadis yang menjelaskan berziarah ke kuburan nabi memiliki banyak jalur periwayatan yang sebagian menguatkan sebagian yang lain, dan bahwa sebagian ulama telah menilai shahih hadis-hadis tersebut atau mengutip penilaian shahihnya seperti Imam as-Subki, Al-‘Iraqi, Qadhi ‘Iyad dan selainnya dari kalangan huffadz hadis dan para imam yang menjadi acuan (Fiqh Ziarah, 47).
Dalam buku ini diungkap bahwa sebenarnya Syaikh Ibnu Taymiyyah, Ibnu Qayyim juga Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab tidak mengharamkan ziarah Nabi. Bahkan Muhammad ibn Abdil Wahhab secara tegas membantah tuduhan yang dialamatkan padanya, bahwa dia mengharamkan beberapa hal, termasuk di dalamnya ziarah Nabi Muhammad.
“Di antara kebohongan itu adalah bahwa saya menganggap sesat semua kitab madzhab empat; bahwa manusia semenjak 600 tahun yang silam tidak menganut agama yang benar; saya mengklaim mampu berijtihad dan lepas dari taklid; perbedaan para ulama adalah bencana dan saya mengkafirkan orang yang melakukan tawassul dengan orang-orang sholih;………saya mengharamkan ziarah ke makam Nabi dan mengingkari ziarah ke makam kedua oaring tua dan makam orang lain……….jawaban saya atas tuduhan mengucapkan perkataan-perkataan di atas adalah “Maha Suci Engkau, ini adalah kebohongan yang besar”. (QS. An-Nur:16). (Fiqh Ziarah, 125-126).
Sayyid Muhammad mengapresiasi sikap dan klarifikasi Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab ini dengan menyatakan, “Sikap Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab ini adalah kebijaksanaan dan kebenaran sesungguhnya. Sikap ini adalah siasat syar’i yang wajib menghiasi perilaku ulama, para pembimbing, dan para guru dalam menyuruh, melarang, member petuah dan memberi petunjuk (Fiqh Ziarah, 127)
Pandangan Ibnu Taymiyyah sebagaimana dikutip Sayyid Muhammad yang selaras dengan sunni mainstream ini misalnya adalah, “Bepergian menuju masjid Nabi yang disebut bepergian untuk berziarah kepada kuburan beliau adalah kesepakatan ulama dari generasi ke generasi. Adapun bepergian untuk berziarah ke kuburan-kuburan lain maka tidak ada status hukum yang dikutip dari para sahabat, bahkan dari atba’ut tabi’in.” (Fiqh Ziarah, 49).
Mengapresiasi pandangan positif ziarah Nabi dari Ibnu Taymiah ini Sayyid Muhammad berkomentar,
Pandangan Ibnu Taymiyyah yang menarik ini mampu menyelesaikan problem besar yang memecah belah kita umat Islam dan membuat sebagian kita mengkafirkan sebagian yang lain dan mengeluarkannya dari lingkaran agama Islam. Seandainya orang yang mengklaim pengikut salaf mengikuti cara yang ditempuh Ibnu Taymiyyah, imam salaf pada masanya dan menuntut kepada orang-orang alasan akan tujuan-tujuan mereka serta berprasangka positif kepada mereka, niscaya sejumlah besar orang akan selamat dari masuk neraka dan beruntung masuk surge tempat tinggal abadi (Fiqh Ziarah,50)
Dus, dengan membaca buku yang diberi kata sambutan Rais Syuriyah PCNU Jombang, KH Abd. Nashir Fattah, dan Ketua Tanfidziyah PCNU Jombang, Dr KH Isrofil Amar ini para pembaca akan mendapatkan paling tidak tiga manfaat. Pertama, kaum muslimin dapat mengetahui atau semakin memantapkan diri bahwa amaliyah yang mereka tradisikan sedemikian mengakar memiliki dasar yang kuat dan kokoh dari Al-Qur’an, hadis juga pendapat para ulama terpercaya. Kedua, sebagai jawaban terhadap sementara anggapan yang memandang perilaku keagamaan warga muslim mayoritas menyalahi atau menyimpang dari tuntunan agama Islam. Ketiga,membangun kejujuran ilmiah dengan paparan sumber-sumber ilmiah primer dari masing-masing pihak untuk mengembangkan ukhuwwah islamiyah antar paham-paham yang dianggap berbeda tersebut di kalangan muslimin.
Penulis adalah Sekretaris Aswaja Center PCNU Jombang