Pustaka

Kiai Muda Lirboyo dan Kitab Cinta Tanah Air

Kamis, 5 Mei 2016 | 04:00 WIB

Tradisi tulis-menulis di kalangan ulama Nusantara telah berlangsung sejak lama. Berbagai disiplin ilmu telah dihasilkan dalam berbagai bahasa; (Arab, Melayu, Jawa, Indonesia). Bahkan beberapa di antaranya menjadi rujukan penting bagi khazanah keilmuan dan dikaji di beberapa univesitas kenamaan. Sebut saja misalnya, Sirajut Thalibin ala Syarhi Minhajut Thalibin karya Syeikh Ihsan Jampes. Kitab itu pernah menjadi “muqarrar” alias buku ajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.  

Belakangan, tradisi tulis-menulis di kalangan ulama Nusantara secara kuantitas mengalami penurunan. Kiai-kiai yang produktif menulis kian langka. Terakhir, kiai yang cukup produktif menulis adalah Almagfurlah Kiai Sahal Mahfudz. Ia telah menghasilkan puluhan karya dalam bidang ushul fiqih. Kiai lain di era ini yang juga lumayan produktif menulis adalah Kiai Yasin Asmuni, Petuk Kediri.

Kabar menggembirakan datang dari Pesantren Lirboyo Kediri. Salah satu kiai mudanya belum lama ini menulis buku dalam bahasa Arab berjudul, ad-Difa’ ‘anil Wathan min Ahammil Wajibat ‘Ala Kulli Wahidin Minna (Membela Tanah Air Salah Satu Kewajiban Individual Paling Utama).  Kitab ini ditulis oleh Kiai Muhammad Said Ridlwan, putra Kiai Ridlwan sekaligus keponakan Almaghrfurlah Kiai Idris Marzuqi Lirboyo.

Buku dengan ketebalan relatif tipis ini (24 halaman) menjelaskan tentang urgensi membela tanah air dalam perspektif Islam sekaligus mengkritik pendapat sebagian orang yang meyakini sebaliknya. Sebagaimana diakui penulisnya, buku ini berisi kumpulan dan nukilan pendapat para ulama. Pendekatan yang dipakai dalam membangun argumentasi kewajiban membela negara adalah kaidah; lil wasail hukmul maqashid.

Kitab ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama menjelaskan tentang kebutuhan persatuan umat. Pada bab ini, penulis merujuk bagaimana sikap nabi dalam menjaga persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshor, serta membuat kesepakatan-kesepakatan umum antara umat Islam, Yahudi, dan kaum Musyrik Madinah.

Pada bab kedua, penulis memaparkan hakikat membela tanah air. Terlebih dalam konteks Indonesia. Said Ridlwan mengatakan bahwa mencintai tanah air Indonesia dan berkiprah dalam membangun negara sesuai dengan kadar kemampuan umat adalah kewajiban bagi setiap individu. (hlm.4-8)

Terakhir, bab ketiga, penulis menjelaskan tentang batasan-batasan, asas, dan cara membela tanah air. Membela tanah air secara garis besar memiliki dua tujuan utama; Pertama, membangun sikap keberagamaan manusia. Kedua, membangun “wasilah” yang mengantarkan kepada tujuan yang pertama yang bisa dicapai dengan kerjasama dan gotong-royong antar sesama masyarakat. Untuk mencapai kepada dua tujuan utama di atas setidaknya ada empat prinsip dasar.

1. Menguatkan persaudaran umat manusia
Sebagaimana kita ketahui Nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh terbaik dalam membangun peradaban umat manusia. Beliau berhasil membangun negara Madinah. Pada titik ini, kewajiban bagi kita semua adalah menjaga persatuan umat manusia tanpa memandang suku, agama, ras, tradisi dan bahasa.  
Persatuan yang dimaksud di sini tidak hanya terbatas pada persaudaraan kemanusiaan dan kebangsaan. Melainkan juga mencakup aspek-aspek lainnya seperti; politik, sosial, ekonomi dan militer.

2. Menjaga perdamaian dan menciptakan kemaslahatan universal (Maqashid Syariah)
Terciptanya perdamaian merupakan bentuk kenikmatan dan kebaikan yang tidak ternilai harganya. Kemaslahatan agama dan dunia tidak bisa digapai tanpa adanya perdamaian. Sebagaimana dikatakan Imam Al-Mawardi, bahwa syarat terciptanya kemaslahatan dunia adalah perdamaian umat manusia yang dapat mengantarkan ketentraman jiwa.

Di samping itu, upaya perdamaian ini dapat dilakukan dengan menolak kelompok-kelompok baik dari dalam maupun luar yang melakukan tindak teror dan kekerasan.  Begitu juga menolak kelompok-kelompok takfiri yang melecehkan hak-hak hidup umat manusia.  

3. Konsisten dalam mewujudkan kebaikan
Segenap rakyat wajib membantu pemerintah dalam mewujudkan kebaikan-kebaikan. Sebab, pemerintah bila tidak dibantu oleh rakyatnya tidak mungkin dapat mewujudkan perdamaian. Rakyat harus mendukung dan membantu pemerintah sesuai tugas, peran, dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing rakyat.

4. Menanam dan menumbuhkan sikap cinta tanah air kepada generasi muda
Meskipun cinta tanah air merupakan sesuatu yang bersifat jibily (watak), akan tetapi sikap ini harus ditanam dan ditumbuh-kembangkan kepada generasi muda bangsa Indonesia.  

Walhasil, kitab tipis dan ringan ini wajib dibaca oleh semua kalangan untuk menumbuhkan semangat cinta tanah air. Cinta Indonesia.

Data Buku

Judul : ad-Difa’ ‘anil Wathan min Ahammil Wajibat ‘Ala Kulli Wahidin Minna

Penulis : Muhammad Said Ridlwan

Penerbit : Pesantren Lirboyo

Tebal  : 24 Halaman

Peresensi Muhammad Idris Masudi, Santri di Pusat Studi dan Pengembangan Pesantren (PSPP) Ciputat. Aktif di Pusat Kajian Islam Nusantara STAINU Jakarta


Terkait