Kitab Nadham ‘Sejarah Besar NU’ Karya KH Abdul Halim Leuwimunding
Sabtu, 29 April 2017 | 03:00 WIB
Kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu-Indonesia beraksara Arab (Jawi-Pegon) dalam bentuk nadhaman (puisi Arab). Meski berjudul “Sejarah Perjuangan Kiyahi Haji Abdul Wahhab” (KH. Abdul Wahhab Hasbullah), namun kandungan kitab ini mengungkapkan sejarah besar pendirian dan perjuangan NU dari masa ke masa.
KH. Abdul Halim Leuwimunding adalah salah satu murid terdekat dari KH. Abdul Wahhab Hasbullah (Tambak Beras Jombang), sekalus kader andalan beliau. Ketika ikut sama-sama membidani kehaliran NU pada tahun 1926 M di Surabaya, KH. Abdul Halim Leuwimunding menjadi salah satu pendiri termuda (selain KH. As’ad Syamsul Arifin, Asembagus Situbondo), sekaligus satu-satunya pendiri yang berasal dari Pasundan. Pada saat itu, KH. Abdul Wahhab Hasbullah menunjuk KH. Abdul Halim Leuwimunding sebagai katib tsani.
Melalui kitab ini, sejarah organisasi Islam berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah itu didedahkan oleh KH. Abdul Halim Leuwimunding dalam bentuk puisi secara runut, ringkas, dan kaya akan data serta informasi. Karena itu, keberadaan kitab ini menjadi sangat penting sebagai salah satu sumber utama sejarah besar NU yang langsung ditulis oleh salah satu pendirinya.
Saya mendapatkan salinan naskah ini dari sahabat saya al-Fadhil Agus H. Muhammad al-Barra putra KH. Asep Saifuddin Chalim, yang merupakan cucu dari pengarang kitab ini. Rencananya kitab ini akan dijadikan beliau sebagai bahan utama kajian disertasi doktoral beliau pada Departemen Filologi Universitas Padjadjaran Bandung.
Pada kolofon, disebutkan penulisan kitab ini diselesaikan pada 12 September 1970 M (bertepatan dengan 11 Rajab 1390 Hijri). Kitab ini kemudian dicetak oleh Percetakan “Baru” yang terletak di Jalan Pajagalan 3, Bandung (Jawa Barat), dengan tebal 31 halaman. Tertulis di sana;
سفتيمبر سمبيلان بلس توجوه فولوه # سيا مغهادف كجومباغ دغن سغكوه
مودهمودهان توهن ممبري منفعة # فدا رواية ايني يغ سيا سيغكات
September Sembilan belas tujuh puluh # saya menghadap ke Jombang dengan sungguh
Mudah-mudahan Tuhan memberi manfaat # pada riwayat ini yang saya singkat)
Melihat tanggal penulisan kitab ini dalam tahun Hijriah, yaitu 11 Rajab 1390 H), tampaknya kitab ini ditulis untuk menyambut peringatan hari lahir NU yang ke-46. Organisasi NU sendiri diresmikan pada 16 Rajab 1344 Hijri (bertepatan 31 Januari 1926 Masehi).
Dalam kata pengantarnya, KH. Abdul Halim Leuwimunding mengatakan jika banyak koleganya yang hendak mengetahui sejarah besar NU dari awal mula berdirinya, peran serta kiprahnya dalam perjuangan keagamaan Islam, kebangsaan Indonesia, serta kemanusiaan, hingga sampai pada tahun 1970 ketika karya ini ditulis dan NU sudah menjadi sebuah organisasi keislaman terbesar di Nusantara. Beliau menulis;
ايغين تاؤ اسال () برديرييا # هيغكا جدي فرتي بسارله ياتيا
ميلوروه سوده دي كنال ناميا # تيدأ اسيغ دونيا مغتاهوئييا
مكا يغ تيمفو برديري فرتاميا # هيا تيغكال يغ ميسيه امفات اوراغيا
Ingin tau asal NU berdirinya # hingga jadi [se]perti besarlah nyatanya
Menyeluruh sudah dikenal namanya # tidak asing dunia mengetahuinya
Maka yang tempo berdiri pertamanya # hanya tinggal yang masih empat orangnya).
KH. Abdul Halim Leuwimunding kemudian melanjutkan;
مغتاهوئي علماء جارا برفيكير # مغتاهوئي تراديسي بهان فميكير
مورني تيدأ ترجامفور ايدي فنجاجه # سباب غرتي صفة منوسيا حرية
Mengetahui ulama cara berpikir # mengetahui tradisi bahan pemikir
Murni tidak tercampuri ide penjajah # sebab ngerti sifat manusia huriah [merdeka]).
Dalam menulis kitab nadham sejarah besar NU ini, KH. Abdul Halim terlebih dahulu meminta izin dan restu dari KH. Abdul Wahhab Hasbullah (w. 1971 M) dan KH. Ahmad Syaikhu (w. ?), dan KH. Idham Cholid (yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU). KH. Abdul Halim Leuwimunding menulis;
مينتا اذن فا شيخو ياله سبابيا # سباب سورابيا مولائي برديرييا
جوكا مينتا اذن ككتوا عموم # فا كياهي إدهام فيمفنان هارس معلوم
Minta izin Pak Syaikhu ialah sebabnya # sebab Surabaya mulai berdirinya (NU)
Juga minta izin ke ketua umum # Pak Kiyai Idham (Cholid) pemimpin harus maklum).
Dikatakan oleh KH. Abdul Halim Leuwimunding, bahwa dalam menyusun kitab nadham sejarah besar NU ini, dirinya bersandar pada muktamar-muktamar NU yang hingga pada masa itu sudah berlangsung 24 kali. Kesemua (24) muktamar itu selalu dihadiri oleh beliau. Karena itu, sebaga macam perkembangan, perubahan, dan keputusan NU dari masa ke masa dapat diketahui dengan sangat baik oleh beliau.
KH. Abdul Halim Leuwimunding wafat dan dikebumikan di tempat kelahirannya di Leuwimunding, Majalengka, pada 11 April 1972 M (bertepatan dengan 26 Safar 1392 Hijri). Beliau meninggalkan sebuah pesantren dan institusi pendidikan yang masih lestari hingga kini, yaitu Sabilul Chalim. Salah satu putra beliau, KH. Asep Saifuddin Chalim, tinggal dan berkarir di Surabaya dengan mendirikan pesantren unggulan Amanatul Ummah. KH. Asep Saifuddin Chalim pernah menjabat sebagai ketua PCNU Surabaya dan kini sebagai Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu). (A. Ginanjar Sya’ban)