Pustaka

Majmu’ah al-Masa’il al-Fiqhiyyah, Kitab Ulama Aceh untuk Sultan Maldives

Ahad, 26 Maret 2017 | 09:00 WIB

Pada katalog naskah-naskah yang tersimpan di Perpustakaan Masjidil Haram (Maktabah al-Haram al-Makkî), Makkah, KSA, saya menemukan naskah bernomor (?) dengan judul “Majmû’ah Masâ’il Fiqhiyyah fî al-Fiqh al-Syâfi’î”. Isi naskah tersebut berisi himpunan fatwa ulama-ulama madzhab Syafi’i lintas generasi yang menjawab beberapa permasalahan hukum, ditulis dalam bahasa Arab, dengan jumlah keseluruhan 172 halaman.

Yang menarik perhatian saya dari naskah tersebut adalah keberadaannya yang ditulis (disalin) oleh seseorang yang diidentifikasi sebagai orang Nusantara (Jâwî) asal Aceh (Âsyî), yaitu Syaikh Muhammad Thâhir al-Jâwî al-Âsyî.

Dalam keterangan yang dituliskan Syaikh Muhammad Thâhir al-Jâwî al-Âsyî pada halaman akhir naskah, bahwa kitab “Majmû’ah al-Masâ’il” ini ia tulis untuk (bagi) seorang yang bergelar Sultan dan bernama Hasan Nûruddîn anak dari Sultan Hasan ‘Izzuddîn.

Tertulis di sana;

تم الكتاب من المسألة (النقل؟) وصاحبه مولانا العلامة الفهامة الشهيرة الشاطرة ويحب الفقراء والمساكين وهو مولانا السلطان حسن نور الدين بن السلطان حسن عز الدين غفر الله (له) ولوالديه. وكاتبه من الفقير الحقير الهين والضعيف والتقصير وهو محمد طاهر جاوي الآشي بلده

(Telah selesai kitab dari permasalahan-permasalahan fikih. Pemiliknya adalah Tuan Kita yang allamah dan fahhamah, yang masyhur nan cerdas, yang mencintai para fakir miskin, ialah Tuan Kita Sultan Hasan Nûruddîn anak dari Sultan Hasan ‘Izzuddîn, semoga Allah mengampuni(nya) dan kedua orang tuanya. Penulisnya adalah seorang yang fakir lagi hina, yang remeh, lemah, dan banyak dosa, ialah Muhammad Thâhir orang Jawi [Nusantara] dari Aceh [Âsyî] negerinya).

Sekilas kemudian saya pun mencari data tentang siapakah sosok Syaikh Muhammad Thâhir al-Jâwî al-Âsyî, sang penulis naskah (kâtib al-kitâb), demikian juga sosok Sultan Hasan Nûruddîn bin Sultan Hasan ‘Izzuddîn, sang pemilik naskah (shâhib al-kitâb).

Saya berusaha menanyakan sosok Muhammad Thâhir al-Âsyî ini kepada sahabat saya dari Aceh, al-Fadhil Masykur Aceh, kolektor muda naskah-naskah keislaman dari Aceh, karena tidak ada data siapa sosok tersebut, selain tak ada kolofon yang menginformasikan kapan naskah ini ditulis. Saya juga mengirimkan gambar halaman terakhir manuskrip ini kepada beliau.

Ternyata jawaban yang saya dapatkan dari beliau sangat mengejutkan, bahwa buyut beliau dari jalur ibu juga bernama Muhammad Thâhir al-Âsyî dan pernah lama bermukim di Makkah, yang kemudian menjadi ulama besar di Pedir, Aceh, setelah kepulangannya. Di Aceh, beliau dikenal dengan nama Muhammad Thahir Tiro (Tengku Chik [Syik] Cot Plieng Tiro), yang masih sepupu Syaikh Muhammad Samman Tiro (Teungku Chik Di Tiro, w. 1891 M).

Kembali ke keterangan dan data yang terdapat pada naskah.

Yang menarik di sini justru adalah sosok “Sultan Hasan Nûruddîn ibn Sultan Hasan ‘Izzuddîn” yang tertulis dalam naskah sebagai “shâhib al-kitâb” (pemilik kitab), di mana Syaikh Muhammad Thâhir al-Âsyî menulis (salin) kitab “Majmû’ah al-Masâ’il al-Fiqhiyyah” untuk sultan tersebut.

Kedua sosok di atas, yaitu Syaikh Muhammad Thâhir al-Âsyî dan Sultan Hasan Nûruddîn, bisa dipastikan hidup satu zaman. Hal ini ditandai dengan penyebutan “Tuan Sultan Kami” (maulânâ al-sulthân) oleh sang penyalin naskah, hal yang menunjukkan adanya hubungan antara kedua sosok tersebut.

Setelah dilakukan penelusuran, didapati sosok “Sultan Hasan Nûruddîn (bergelar Sultan ‘Imâduddîn VI) putra Sultan (Pangeran) Hasan ‘Izzuddîn putra Sultan ‘Imâduddîn IV” adalah sultan Kesultanan Islam Maldives, sebuah negara kepulauan di Samudera India. Sultan Hasan Nûruddîn lahir pada tahun 1863 M dan memerintah Kesultanan Maldives sepanjang tahun 1893-1903 M dengan gelar “Sultan Haji Muhammad Imaaduddeen VI Iskandar Sri Kula Sundara Kattiri Buwana Maha Radun” (http://www.royalark.net/Maldives/maldive16.htm).

Sultan Hasan Nûruddîn (Sultan ‘Imâduddîn VI) dicatat menguasai bahasa Urdu, Persia, dan Arab dengan sangat baik. Beliau juga telah melaksanakan ibadah haji dan dikenal sebagai sultan yang taat, mencintai ilmu pengetahuan, dan menghormati ulama. Dalam naskah salinan Syaikh Muhammad Thâir al-Âsyî, sosok Sultan Hasan Nûruddîn (Sultan ‘Imâduddîn VI) disebut sebagai sosok yang “memiliki pengetahuan agama yang luas, yang masyhur nan cerdas, juga yang mencintai para fakir miskin”.

Pada tahun 1903 M beliau diturunkan dari singgasananya oleh penjajah Inggris, lalu eksil ke Mesir hingga wafat di sana pada tahun 1932 dan dikuburkan di Kairo.

Keterangan yang terdapat dalam naskah ini sangat menarik dan berharga, karena akan menghantarkan kita pada babakan sejarah baru yang cukup mengejutkan, yaitu adanya “jaringan intelektual ulama Nusantara (Aceh)—Kesultanan Maldives”. Naskah “Majmû’ah al-Masâ’il al-Fiqhiyyah” yang kini tersimpan di Perpustakaan Masjidil Haram Makkah ini menjadi data sejarah yang sangat mahal keberadaanya, yang menegaskan sebuah fakta bahwa “telah ada seorang ulama Aceh bernama Muhammad Thâhir al-Âsyî yang menuliskan sebuah kitab dan dipersembahkan untuk seorang Sultan Malvies bernama Sultan Hasan Nuruddîn (Sultan ‘Imâduddîn VI)”.

Nah, siapakah sosok Syaikh Muhammad Thâhir al-Jâwî al-Asyî yang terdapat merupakan penulis naskah ini?

Saya mendapatkan data lain dari sebuah manuskrip yang diberikan oleh al-Fadhil Masykur Aceh, yang tertulis nama penyalinnya adalah (juga) “Syaikh Muhammad Thâhir al-Âsyî”, yang tak lain adalah buyut beliau. Yang mengejutkan, isi manuskrip yang diberikan oleh al-Fadhil Masykur Aceh itu sama jenis dan model tulisannya dengan manuskrip yang saya temukan di Makkah, juga isi kandungan naskah “Aceh” yang sama dengan naskah “Makkah”, yaitu kumpulan fatwa ulama madzhab Syafi’i atas pelbagai permasalahan hukum Islam.

Jadi, apakah benar sosok Syaikh Muhammad Thâhir al-Jâwî al-Asyî ini adalah Teungku Muhammad Tahir Tiro (Tengku Chik [Syik] Cot Plieng Tiro), seorang ulama besar dari Plieng Aceh? (A. Ginanjar Sya’ban)



Terkait