Judul: Rahasia Kesaktian Para Jawara
Penulis : M. Athoullah Ahmad
Penerbit: Pustaka Pesantren, Yogyakarta
Cetakan: I, 2011
Tebal: xiv + 227 halaman
Peresensi: R.A. Abdullah*)
Pada dasarnya, setiap manusia memiliki potensi yang sama. Tak ada sekat yang begitu lebar nan luas antara pribadi satu dan lainnya. Jika orang lain bisa mencapai prestasi sedemikian rupa; menjadi cendekiawan, menteri, atau polisi, kita, juga bisa melakukan hal yang sama. Intinya adalah; keseriusan dan ketekunan dalam mengasah potensi diri.<>
Di zaman modern ini, kita dituntut untuk bergerak serba cepat, tepat, dan teliti. Untuk itu, dibutuhkan mental serta pikiran yang kuat, stabil, dan jernih. Namun, ihwal demikian bukanlah suatu pekerjaan yang mudah untuk dilakukan. Dibutuhkan pemicu yang mampu memompa potensi dari dalam diri kita. Athoullah dalam bukunya ini menawarkan kiat-kiat yang mungkin berguna untuk dicoba. Ia memperkenalkan manfaat mengamalkan ilmu hikmat. Ya, selain diyakini sebagai perintah agama, ilmu hikmat juga dipercaya bisa menggiring pengamalnya menuju derajat yang lebih tinggi, dan akan memberi kelebihan-kelebihan yang belum tentu dimiliki oleh orang lain, seperti, azimat kesaktian, ketenangan hidup, bertambah rezeki, dan lainnya.
Ilmu hikmat adalah suatu amalan yang terkandung dalam Al-Qur’an, Al-Hadits, Asmaul Husna, do’a-do’a, dan ayat-ayat lainnya. Bagi yang intens dan ikhlas mengamalkannya, niscaya ia akan dicerahkan hatinya dan dimudahkan jalan hidupnya. Hal demikian sudah tidak diragukan lagi. Terbukti dengan keajaiban yang ditunjukkan oleh ulama terdahulu, seperti, Al-Kindi, Al-Razi, Ibnu Sina, Al-Ghozali, ataupun Al-Arobi. Mereka adalah ulama-ulama fenomenal Islam yang mencetuskan gebrakan dan buah pemikiran yang luar biasa, bahkan sampai sekarang pun, hasil karya mereka masih banyak yang digunakan sebagai buku pegangan atau buku pokok pada Universitas Negeri dan lembaga-lembaga pesantren.
Ternyata, selain mengasah ketajaman berpikir, mereka juga mempertajam amalan-amalan spiritual. Salah satu contoh, Ibnu Shina (Aveccena). Ia, selain menjadi ulama juga dikenal sebagai seorang filosof. Sebagaimana yang kita ketahui, filsuf sangat anti terhadap kepercayaan ghaib yang tak bisa diterka oleh logika. Aristoteles, Plato, Socrates, dan filsuf barat lainnya, kurang percaya terhadap hal ghaib, mereka lebih mengandalkan logika untuk bertindak. Segala sesuatu yang dikerjakan harus sesuai dan dapat diterima oleh akal sehat. Namun, tak begitu dengan Ibnu Shina. Meskipun Ibnu Shina juga mempercayai kedahsyatan pikiran, namun tidak serta ia mengabaikan laku spiritual.
Para filsuf muslim sadar betul bahwa hidup ini tidak mudah, selalu terdapat problema hidup yang beragam, bahkan tidak jarang pula sampai tertatih-tatih untuk menghadapinya. Maka dari itu, kita selaku umat yang bertuhan terasa kurang seimbang jika hanya mengandalkan logika untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang ada. Sejatinya, kita juga membutuhkan ihwal berbau mistis dan spiritual sebagai penunjang dari usaha yang kita lakukan. Ilmu hikmat merupakan amalan yang sangat tepat.
Di tengah karut marutnya tatanan sosial dan kusamnya pola pikir ini, ilmu hikmat memberi solusi jitu. Ia mencari mutiara rahasia dari khazanah keislaman dan mendayagunakannya untuk berbagai keperluan dunia maupun akhirat. Proses menuju kesana dijalani dengan memadukan praktik dan pengalaman keagamaan; zikir, puasa, wirid, dan sebagainya. Untuk itu, sang pengamal harus mempunyai tekad yang kuat terlebih dahulu. Jika setengah-setengah, kemungkinan besar ia akan gagal ditengah jalan.
*) Pustakawan Dua Mata Air