Pustaka

Tarekat Kebahagiaan Lewat Rukun Islam

Senin, 17 September 2012 | 04:53 WIB

Judul : Berjalan Menuju Langit 
Penulis : Prof Dr Ahmad Tafsir
Penerbit : Simbiosa Rekatama Media
Halaman : 104 halaman
Tahun terbit : 1, Juli 2012
ISBN : 978-979-3782-86-7
Peresensi: Khotibul Umam<>

Sudahkah anda bahagia? Apakah mempunyai banyak harta, mobil mewah, rumah megah, dan hotel berbintang bisa menjamin seseorang hidup tenang dan bahagia? Tergantung. Jika orang itu mampu mampu mengendalikan hatinya agar tidak tergantung pada materi keduniaan, maka ia akan bisa bahagia. Jika sebaliknya, jiwa selalu terasa tidak tenang. Harta menjadi hantu yang membuntuti pikiran dimanapun orang itu berada.

Tidak cuma itu. Baik dan buruknya peringai seseorang juga sangat menentukan ketentraman hidup. Memang tidak mudah menjadi orang baik; tidak mudah menjadi orang sabar, pemurah, jujur dan penuh disiplin. Namun, jika sungguh-sungguh menginginkan jalan yang benar, pilihlah jalan yang dapat menuntun ke arah kehidupan yang lebih baik. Kuncinya ada pada pengendalian diri.

Buku “Berjalan Menuju Langit: Rukun Islam Sebagai Tarekat” ini secara sederhana menjelaskan refleksi lima pilar rukun Islam dari agama islam yang berisi tarekat (jalan) penyucian diri. Untuk menjadi orang baik dan bisa hidup bahagia, kita harus melakukan penyucian diri karena orang baik itu didasarkan pada pribadi yang suci.

Tujuan utama penyucian diri agar kita mampu mengendalikan diri. Sedangkan muara akhirnya yaitu agar hidup terasa bahagia. Orang bahagia itu adalah orang yang mampu mengendalikan diri dan itu fondasinya adalah diri yang suci.

Untuk menjadi pribadi yang suci, mula-mula harus ada tekad kuat untuk menjadi orang baik, dengan cara melepaskan diri dari mempertahankan harga diri dan melepaskan diri dari keterikatan materi dunia (uang). Kesukaran hidup hanya berpangkal pada dua hal itu. Esensi harga diri adalah kesombongan. Harga diri membuat orang menjadi gengsi, tidak mau direndahkan. Sedangkan uang esensinya adalah terlihat manakala orang berani melanggar aturan demi uang. Dua hal itu sangat sulit kita jauhi terkecuali jika kita menyucikan diri.

Tahap pertama dalam perjalanan menuju tuhan adalah tekad yang kuat yang berarti pernyataan iman yang kokoh, dimulai dari menyehatkan hati yang sakit menjadi hati yang sehat (qalbun salim). Tekad tersebut harus ditanam kuat-kuat agar bisa lepas dari keterikatan harga diri dan uang tadi. Tekad ini disimbolkan dengan syahadat dan inilah maqam pertama (hal 28).

Harga diri tadi sebenarnya adalah disebabkan oleh sifat sombong atau angkuh. Kesombongan itu bisa dilebur dengan mendirikan shalat dengan benar.  Jika sudah demikian, seseorang tidak akan merasa dihina oleh orang lain, ia hanya merasa hina jika melanggar aturan Tuhan. Walhasil, dihina dan dipuji orang rasanya sama. Inilah maqam kedua (hal 31).

Lalu untuk menghapus sifat angkuh dalam diri, maka seorang muslim dianjurkan untuk berinfaq dan wajib membayar zakat. Terdapat tingkatan dalam memberi, mulai dari memberi dengan terpaksa, dengan riya’ akhirnya dengan senang hati. Jika sudah demikian, seseorang diharapkan mampu mencapai derajat tertinggi dari berinfaq dan zakat itu. Inilah maqam ketiga.

Terakhir, puasa dan haji. Puasa adalah ibadah vertikal tapi hikmhya kita dapat merasakan manisnya berpuasa baik secara vertikal maupun horizontal. Dengan puasa, kita akan lebih mampu menghayati penderitaan orang lapar dan susah. Sedangkan dalam ibadah haji, terdapat wukuf di arafah. Disana pelaku haji dituntut untuk memaknai ritual tersebut sehingga pada akhirnya menyadari siapa Tuhannya dan siapa dirinya itu. Jika nilai-nilai dari dua ibadah ini dihayati, maka akan berbuah kesadaran diri yang dalam ibadah haji seringkali disebut “Haji Mabrur”. 

Buku ini mengajak para pembaca untuk memahami makna lima pilar rukun Islam secara mendalam. Makna yang terkandung dari syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji dikupas  dengan detail oleh penulis di dalam buku ini. Dengan mengamalkan tarekat dari buku yang ditulis oleh Ahmad Tafsir ini, pembaca diharapkan mampu melepaskan diri dari belenggu materi duniawi sehingga membuahkan ketenangan dan kebahagiaan.


* Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang Fakultas Syariah, Khotibul Umam, Pengelola Rumah Aksara Kalijaga Demak


Terkait