Sumenep, NU Online
Dalam menetukan awal dan akhir bulan hijriyah antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah terkadang tidak sama. Hal itu sangat tampak ketika warga dua ormas melaksanakan hari raya Idul Fitri tidak bersamaan. Perbedaan dua ormas moderat terbesar di Indonesia itu karena kereteria penetapan bulan qamariyah berbeda.<>
Hal itu mengemuka pada forum pengkaderan ulama hisab dan rukyah yang diselenggarakan PC Lajnah Falakiyah NU Sumenep, Ahad (25/3) di Kantor PCNU Sumenep, Gedungan Sumenep.
H Ahmad Misbah Hamid mengatakan, kreteria yang digunakan Muhammadiyah untuk menyusun kalender hijriyah menggunakan hisab hakiki dan wujud hilal. Kreteria ini menyatakan bahwa awal bulan dimulai apabila,
“Telah terjadi ijtimak (konjungsi), ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat terbenamnya matahari piringan atas bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud),” katanya di hadapan puluhan peserta.
Sementara NU mengunakan sebagai dasar penentu. “asalkan ketinggiannya imkanurrukyat (memungkinkan untuk dilihat),” tegasnya.
Narasumber yang lain menambahkan, dalam menetukan awal dan akhir bulan NU sangat hati. Menurut Moh Faqih, ada empat tahapan yang yang dilakukan NU untuk menetukan awal bulan hijriyah.
“Tahap pembuatan hitungan hisab, penyelenggaraan rukyatul hilal, berpartisipasi dalam sidang itsbat, ikhbar,” terangnya.
Ia berpesan ketika terjadi perbedaan dalam menetukan awal bulan warga NU jangan sampai ribut dan saling menyalahkan. Semuanya bisa benar, cuma pendekatannya yang berbeda.
Redaktur : Syaifullah Amin
KOntributor : M. Kamil Akhyari