Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi prihatin dengan masih adanya kekerasan di kampus pencetak pamong praja, Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
"Untuk mencetak pemimpin apa harus ada yang mati," kata Hasyim di kantor PBNU, Jakarta, Kamis, mengomentari meninggalnya Cliff Muntu, praja IPDN akibat dianiaya seniornya.
<>Oleh karena itu, Hasyim meminta agar IPDN melakukan pembenahan besar-besaran, baik dari segi kurikulum maupun pola pembinaan siswanya, khususnya pembinaan menyangkut kepemimpinan.
"Kalau tidak dibenahi, bukan tidak mungkin akan jatuh korban lagi," kata pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al Hikam, Malang, Jawa Timur itu.
Hasyim tidak sependapat dengan pihak yang mendesak agar IPDN dibubarkan. Sebab, lembaga itu tetap diperlukan untuk mencetak calon-calon pemimpin bangsa.
Persoalannya, kata Hasyim, bukan pada ada atau tidaknya IPDN, melainkan pada bagaimana kurikulum dan pembinaan yang dilakukan.
"Jadi, yang harus dihapus itu unsur kekerasannya, bukan lembaganya yang harus dibubarkan," kata kiai yang menyandang gelar Doktor Kehormatan Bidang Peradaban Islam tersebut.
Cliff Muntu, madya praja IPDN asal Sulawesi Utara tewas setelah dianiaya seniornya akibat terlambat datang ke barak yang menjadi tempat berkumpul kelompok Pataka (pembawa lambang IPDN).
Saat ini lima orang praja telah ditetapkan Polres Sumedang sebagai tersangka, yakni FN, JA, GM, AB dan MA. Namun kelimanya hingga kini belum ditahan.
Cliff disebut-sebut sebagai praja ke-38 yang meninggal akibat kekerasan di kampus yang sebelumnya bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) tersebut. (ant/mad)