Terpilihnya Fauzi Bowo, yang merupakan gubernur DKI, untuk memimpin kembali PWNU DKI Jakarta untuk yang kedua kalinya masih menyisakan persoalan terkait aturan rangkat jabatan politik dalam Peraturan Organisasi (PO) PBNU. Meskipun sudah sukses meraih dukungan di tingkat cabang, ia belum tentu berhasil mendapatkan restu PBNU dalam bentuk SK kepengurusan.
Berdasarkan catatan NU Online, kejadian mirip berupa pelanggaran aturan rangkap jabatan politik dengan kepengurusan PBNU sudah beberapa kali terjadi dan PBNU mengambil sikap tegas unt<>uk tidak berkompromi.
Dalam konferensi wilayah PWNU Maluku tahun 2005, calon terpilih Rahman Holeng merupakan salah satu anggota DPRD setempat sehingga secara organisatoris, melanggar aturan rangkap jabatan. Ketua PBNU H Ahmad Bagdja yang waktu itu menghadiri acara sudah mengingatkan sejak awal tentang pelarangan rangkap jabatan sejak pembukaan dan dalam beberapa sesi pertemuan, tetapi cabang-cabang NU setempat tetap memaksakan terpilihnya Rahman.
Sampai sebelum pulang ke Jakarta, Bagja tetap mengingatkan tentang pentingnya menegakkan aturan organisasi ini.
Upaya menegakan aturan organisasi memang tak bisa berjalan dengan cepat, ketua terpilih melakukan lobi-lobi ke pengurus PBNU di Jakarta dengan alasan situasi dan kondisi di Maluku tidak bisa disamakan dengan situasi di Jawa yang NU-nya sudah mapan.
PBNU tak memberi kompromi dengan alasan itu, sampai akhirnya ketua terpilih bersedia mengundurkan diri dan digantikan oleh pengurus lain yang posisinya tidak melanggar aturan organisasi.
Hal yang sama juga terjadi di NTB dalam konferensi wilayah pada tahun 2006 lalu yang memenangkan salah satu anggota DPRD dari PKB, Taqiyuddin sebagai ketua tanfidziyah dukungan penuh dari cabang.
Sekjen PBNU Endang Turmudi yang waktu itu mewakili PBNU dalam forum sidang telah menegaskan pelarangan rangkap jabatan. Situasi sidang memanas dan cabang yang telah “dikondisikan” meminta proses pemilihan dilanjutkan dan jika ada urusan, bisa diselesaikan di belakang hari. Taqiyuddin terpilih dalam konferwil ini.
Untuk mendapatkan SK PBNU ia juga melakukan pendekatan pada para pengurus PBNU di Jakarta, tetapi semuanya gagal sehingga ia harus mengundurkan diri. Selanjutnya dilakukan konferensi ulang dengan agenda khusus memilih pengurus, sedangkan pembahasan program mengikuti hasil konferensi sebelumnya.
Mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh, juga pernah berusaha menduduki posisi ketua PWNU Aceh ketika ia masih berkuasa. Saat itu, ia mendapatkan suara mayoritas, 19 suara sedangkan lawannya hanya 3. Tetapi karena dalam tata tertib pemilihan ada aturan ketua sebelumnya harus sudah pernah menjadi pengurus NU menyebabkan PBNU tak mengeluarkan SK untuknya.
Untuk kasus DKI Jakarta, PBNU masih menunggu laporan hasil konferensi, tetapi ketua PBNU H Ahmad Bagdja telah menyatakan tak akan mengeluarkan SK jika terjadi pelanggaran aturan rangkap jabatan dalam kepengurusan. “Nanti akan kita rapatkan bagaimana penyelesaiannya setelah kita menerima laporan,” tandasnya, Selasa (12/1).
Dalam acara pembukaan, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi sebenarnya telah mengisyaratkan kepada Fauzi Bowo untuk tidak maju lagi, tetapi bisa tetap menjadi pengurus NU dengan posisi yang tidak melanggar aturan organisasi. (mkf)